lubang hidungku tak cukup besar untuk menangkap berbagai aroma pagi itu
melawan arus angin dengan kecepatan
"hey !!!"
mereka panik ketika mentari meneriaki
kabut yang turun dari semalam
mencumbui pepadian dimuka bumi yang centil menggoda...
"haah.. darah muda !"
buru-buru awan tipis nekad itu menguap keatas.. membaur dengan muka polos dan terbang tinggi sebagai partikel yang lebih halus dari sebelumnya
tujuannya satu -segera kelangit !-
dikiranya sang surya tak pernah muda
benaknya diisi angan obsesif akan cinta pertama dan sejati
"hahahaha"
dia berharap segera mengepal bersama uap lainnya
berarak dari atas ke bawah
kembali turun dengan naluriah, kepolosan beserta kebodohan ala sosok muda belia
menemui kisah cintanya yang baru saja ia mulai
berpeluk dalam rindu
berselimut penuh asa
menyatu dengan syahdu
sekedar wadah untuk 'perbuatan' tanganku yang pecicilan , beberapa buah pemikiran yang terinspirasi oleh apapun dari jiwa yang begitu terpesona dengan kehidupan , setiap detail rumit dan mudahnya ... selamat mencicipi kisah para reseptor dan emosi dari tangan yang masih begitu 'mecicil' dan liar ...
Rabu, 28 Januari 2015
Senin, 26 Januari 2015
mesam mesem
"sekarang kau sudah bisa tenang ?"
dia selalu saja menyelipkan cekikikan renyah DENGAN TEPAT
aku tersenyum pita kupu-kupu . begitu kira-kira
karena aku tak tau apa bedanya dengan senyum simpul
mulutku tak mengeluarkan suara apapun
namun senyum ini tak bisa lepas daru wajah
kugenggam teralis besi dengan aksen melintir itu.. menempeklan wajahku diantara besi teralis .
mengendus seperti anak kucing yang malu malu mendekati ikan goreng di depannya
mesam-mesem !
selama itu
kami hanya menatap
dan mesam-mesem
dia selalu saja menyelipkan cekikikan renyah DENGAN TEPAT
aku tersenyum pita kupu-kupu . begitu kira-kira
karena aku tak tau apa bedanya dengan senyum simpul
mulutku tak mengeluarkan suara apapun
namun senyum ini tak bisa lepas daru wajah
kugenggam teralis besi dengan aksen melintir itu.. menempeklan wajahku diantara besi teralis .
mengendus seperti anak kucing yang malu malu mendekati ikan goreng di depannya
mesam-mesem !
selama itu
kami hanya menatap
dan mesam-mesem
Sabtu, 24 Januari 2015
dosa
terengah..
tersadar tengah diatas kasur yang semakin tipis dimakan masa berikut massa
terbangun dari mimpi yang entahlah kenapa terasa begitu nyata
angin meniup dingin
"jendelanya !"
teriakku dalam diam
mata dan nalar menangkap logika
namun tubuh enggan untuk bergerak menutupnya
BRAAARRSSS
miliaran butir air jatuh dari langit
menusuk epidermis bumi bertubi-tubi
terperanjak dari kasur
seketika berlari menghampiri bukaan 1x1,5 meter itu
dia tersenyum
seperti 'kemarin'
entah berapa lama 'kemarin' dan berapa banyak kemarin yang kulewati
namun dia selalu disana tersenyum teduh
seakan 'kemarin' adalah kemarin
aku malu.
aku tau aku yang mengabaikannya diantara hari-hari 'kemarin'
"sudah cukup berkelananya ?"
tanyanya singkat
aku menunduk saja. tak berani menatapnya
namun hembusan dingin mengusap wajahku lembut
"tidak apa-apa ... reseptormu butuh pencecapan rasa", lanjutnya bijak dengan nada yang menghanyutkan
rasanya aku seperti rontokan daun kering di atas tanah yang tergiring menuju kubangan banjir didepan rumah
siap menuju siring dan berlayar diatas sungai
ingin hanyut saja ! bersama seluruh rasa bersalahku
"maaf, aku berbuat dosa"
"berbuat dosa ? bagiku itu bukanlah dosa , sayang...", dia tertawa renyah dari balik jendela
"tapi..",nadaku merengek dalam ...
malu dimaafkan begitu saja
"bukan masalah ... sama sekali...
aku tau betul, kamu mecicil dan liar"
"maaf..."
"apa yang perlu dimaafkan ? dan siapa yang salah ? tidak ada..."
aku mendongak. meski segan.
"karena pada akhirnya...aku akan selalu jadi 'rumah' untuk kau pulang.."
"bukannya ... aku rumahmu itu ?",tanyaku memberanikan diri
"keduanya. kita rumah bagi satu sama lain"
dia menatapku dalam..
mengkuiliti kerak kebencian dijiwa
yang mengerigisi diri sendiri beberapa hari
seketika memberi gambaran masa depan dengan penuh asa.
kuyakin bahagia.
tersadar tengah diatas kasur yang semakin tipis dimakan masa berikut massa
terbangun dari mimpi yang entahlah kenapa terasa begitu nyata
angin meniup dingin
"jendelanya !"
teriakku dalam diam
mata dan nalar menangkap logika
namun tubuh enggan untuk bergerak menutupnya
BRAAARRSSS
miliaran butir air jatuh dari langit
menusuk epidermis bumi bertubi-tubi
terperanjak dari kasur
seketika berlari menghampiri bukaan 1x1,5 meter itu
dia tersenyum
seperti 'kemarin'
entah berapa lama 'kemarin' dan berapa banyak kemarin yang kulewati
namun dia selalu disana tersenyum teduh
seakan 'kemarin' adalah kemarin
aku malu.
aku tau aku yang mengabaikannya diantara hari-hari 'kemarin'
"sudah cukup berkelananya ?"
tanyanya singkat
aku menunduk saja. tak berani menatapnya
namun hembusan dingin mengusap wajahku lembut
"tidak apa-apa ... reseptormu butuh pencecapan rasa", lanjutnya bijak dengan nada yang menghanyutkan
rasanya aku seperti rontokan daun kering di atas tanah yang tergiring menuju kubangan banjir didepan rumah
siap menuju siring dan berlayar diatas sungai
ingin hanyut saja ! bersama seluruh rasa bersalahku
"maaf, aku berbuat dosa"
"berbuat dosa ? bagiku itu bukanlah dosa , sayang...", dia tertawa renyah dari balik jendela
"tapi..",nadaku merengek dalam ...
malu dimaafkan begitu saja
"bukan masalah ... sama sekali...
aku tau betul, kamu mecicil dan liar"
"maaf..."
"apa yang perlu dimaafkan ? dan siapa yang salah ? tidak ada..."
aku mendongak. meski segan.
"karena pada akhirnya...aku akan selalu jadi 'rumah' untuk kau pulang.."
"bukannya ... aku rumahmu itu ?",tanyaku memberanikan diri
"keduanya. kita rumah bagi satu sama lain"
dia menatapku dalam..
mengkuiliti kerak kebencian dijiwa
yang mengerigisi diri sendiri beberapa hari
seketika memberi gambaran masa depan dengan penuh asa.
kuyakin bahagia.
Jumat, 23 Januari 2015
bintang
suatu ketika aku bertanya soal bintang
kenapa banyak orang di muka bumi memujanya ?
padahal ia jauh diatas sana.
hanya setitik pijar dalam jumlah yang banyak...
kenapa pula bintang selalu jadi perumpamaan tingginya asa anak manusia, hingga terkesan sulit sekali menggapainya ???
entahlah ...
lalu , apakah karena bintang banyak pemujanya lantas bintang menjadikan dirinya rendah dan menempel manja ke orang-orang dibumi ?
semua orang mampu membeli replika, lampu dengan sinar khusus hingga membawa 'kembaran' sang bintang ke langit-langit rumahnya
namun .. akankah sama ? akankah efek cahaya itu mampu disamakan indahnya dengan yang aslinya ?
jelas tak bisa disamaratakan .. antara yang dicintai karena keindahan alaminya
dengan tipuan mata belaka.
coba saja kau tanyakan dan jawab sejujur-jujurnya ...
ke dalam jiwamu .
"apakah sama ??"
berhentilah menyakiti dengan menyama rendahkan sesuatu yang baik kedalam hal yang tidak lebih baik bahkan tak layak.. sedang hati kecilmu berkata.. itu tidak layak.
mengertilah... pahamilah .., sayang
kenapa banyak orang di muka bumi memujanya ?
padahal ia jauh diatas sana.
hanya setitik pijar dalam jumlah yang banyak...
kenapa pula bintang selalu jadi perumpamaan tingginya asa anak manusia, hingga terkesan sulit sekali menggapainya ???
entahlah ...
lalu , apakah karena bintang banyak pemujanya lantas bintang menjadikan dirinya rendah dan menempel manja ke orang-orang dibumi ?
semua orang mampu membeli replika, lampu dengan sinar khusus hingga membawa 'kembaran' sang bintang ke langit-langit rumahnya
namun .. akankah sama ? akankah efek cahaya itu mampu disamakan indahnya dengan yang aslinya ?
jelas tak bisa disamaratakan .. antara yang dicintai karena keindahan alaminya
dengan tipuan mata belaka.
coba saja kau tanyakan dan jawab sejujur-jujurnya ...
ke dalam jiwamu .
"apakah sama ??"
berhentilah menyakiti dengan menyama rendahkan sesuatu yang baik kedalam hal yang tidak lebih baik bahkan tak layak.. sedang hati kecilmu berkata.. itu tidak layak.
mengertilah... pahamilah .., sayang
Minggu, 18 Januari 2015
kesatria
berlari membelah lautan manusia
menyisiri ilalang keraguan yang menjulang sampai langit,
menutupi dengan kekhawatiran yang mendramatisir mimpi dan harapan
mengambil serpihan kemungkinan yang digali, mengerahkan seluruh kekuatan
mencari dimana kesatria sejati berada
berharap tak ada lagi yang bisa sakiti diri
pada akhirnya, terjatuh tepat di depan kubangan air yang tenang, sisa hujan semalam...
matanya tertuju pada cermin alam itu
air memberi aba-aba
sengaja bergeming
merefleksikan sosok kesatria yang dicari-caruselama ini...
ia ada...benar-benar ada...
menggenggam erat jiwa
mencairkan rasa yang terlanjur beku,
menjahit rajutan yang kadung terlepas,
memperjuangkan apa yang layak diperjuangkan .
dan ia bersemayam kokoh dikerajaannya
'didalam sini'.
menyisiri ilalang keraguan yang menjulang sampai langit,
menutupi dengan kekhawatiran yang mendramatisir mimpi dan harapan
mengambil serpihan kemungkinan yang digali, mengerahkan seluruh kekuatan
mencari dimana kesatria sejati berada
berharap tak ada lagi yang bisa sakiti diri
pada akhirnya, terjatuh tepat di depan kubangan air yang tenang, sisa hujan semalam...
matanya tertuju pada cermin alam itu
air memberi aba-aba
sengaja bergeming
merefleksikan sosok kesatria yang dicari-caruselama ini...
ia ada...benar-benar ada...
menggenggam erat jiwa
mencairkan rasa yang terlanjur beku,
menjahit rajutan yang kadung terlepas,
memperjuangkan apa yang layak diperjuangkan .
dan ia bersemayam kokoh dikerajaannya
'didalam sini'.
Langganan:
Postingan (Atom)