Jumat, 23 Desember 2016

Menjadi Dewasa #2 | MASA REMAJA | PENERIMAAN

Akhirnya kuputuskan untuk menjadikan seri 'Menjadi Dewasa' sebagai rangkuman beberapa poin dengan bumbu-bumbu sok bijak hasil pendalaman ilmu kehidupan dengan poin yang agak berantakan dan sejumput PHP dalam penyelesaian seri nya.

Masih dengan rumus yang sama . "Menjadi dewasa itu sungguh lucu"....

Semua hal yang ada sekarang membuatku tertawa geli jika harus mengingat hari kemarin, namun... tak sedikitpun ada rasa kuatir hingga ingin menghapusnya.
Mendewasa itu memang menyayat perih, kalian pasti akan pahami cepat atau lambat, tapi itulah lucunya... beberapa dari kita membiarkan jejak-jejak muda itu begitu saja. Ya...itu karena kita telah MENERIMA.

Benar kata pepatah "kita takkan bisa mengubah masa lalu". Yang bisa kita lakukan hanyalah berbenah, simpan luka dan kecewa yang lalu kedalam sebuah ruangan di belakang, tak perlu sering-sering dibuka pintunya cukup dengan memberinya ruang. Bukan untuk dikenang terus-terusan, namun untuk refleksi diri jika dibutuhkan suatu hari.

IKHLAS, satu kata dengan penerapan tersulit sepanjang kehidupan. Ikhlas satu, datang banyak hal yang minta di ikhlaskan. Lucu kan ? entah Tuhan bercanda untuk menguji kita atau pula murka ? kita tak tau, namun yang pasti... selama yang kita tebar merupakan kebaikan, maka tak perlu khawatir akan berbagai cobaan. Toh pasti terlewatkan, seperti janji Tuhan yang tak pernah IA ingkari.

Dulu...
Memiliki fisik yang tak begitu indah bahkan 'sempurna' menjadikan diri menciut dihadapan dunia, menatap esok pun gemetaran. Masa puber adalah masa paling sulit. (yakan ?) rasanya seperti fase neraka.
kita belajar menerima luka dan tak jarang melukai diri sendiri, pintar dan bodoh secara bersamaan, naif.  Hingga menjadi remaja adalah anugerah karena disitulah titik balik bagi banyak orang, termasuk aku.

Jika ditanya apa yang membuatku seperti sekarang ? (emang sekarang udah jadi apa sih, sok banget deh ! *ngomong sendiri)
well... sebenarnya aku sosok yang sangat percaya diri sejak kecil, kromosom tak bisa berbohong. Pendidikan dalam keluarga benar-benar poin penting, hingga masa remaja melunturkan semuanya.
Pada fase itu aku ditampar kenyataan yang disampaikan oleh orang lain yang sebaya denganku, yang sebenarnya tak lebih pintar dari -keluguan- ketololan ku dimasa itu.
hingga aku menyadari, benar-benar menyadari bahwa "AKU JELEK"

Kaca menjadi teman sekaligus musuh, tiap pagi bersiap kesekolah, dia tak mengingatkanku akan memasang wajah manis, hanya terdiam melihatku percaya diri dengan merasa diriku tak ber gender !
kalau dia baik, harusnya ingatkan aku kalau aku ini perempuan ! yakan ?
Tapi lagi-lagi dia hanya benda mati, tak mungkin menyadarkanku yang masih begitu tengil dan naif.
hingga aku di hina oleh teman sekelasku karena tidak cantik saat mengemukakan opini dikepalaku saat melawannya.

"astaga, sejak kapan beropini harus cantik ?!"
dan dia pun meneriakkan hinaannya dari ujung bangku kelas, dan aku diujung kutub satunya. JELAS SEMUANYA DENGAR (sial !). Karena ucapannya itu, aku yang bodoh bin tolol ini menjadi agak tertutup dengan kepalaku sendiri, aku mengenal istilah MINDER, dikelasku isinya anak-anak orang kaya yang sangat terawat, dan kalaupun tidak kaya, mereka tidak jelek. Dan seakan memang akulah yang terjelek .

Apesnya, mamaku tak menyadari bahwa anak gadisnya ini akan mengalami masa sulit di fase remajanya, aku bukan tipe pengadu juga sih. Mamah jarang sekali mendandaniku dengan dandanan ala gadis-gadis dikelasku, aku besar dengan gaya yang "BOYISH", kaos, celana 1/2 tiang atau 3/4, without veil. aku belum berkerudung saat itu.
Pulang sekolah balik kerumah, ganti baju ala anak laki-laki, dan pergi ke tempat les. BANGGA.
Menjadi kebiasaan, hingga suatu ketika kelas kami ada acara outbond ke tempat wisata alam yang baru buka saat itu. dikatakan dalam edaran "dilarang menggunakan celana ketat". Aku punya sih celana jeans (waktu itu masih musim cutbray) tapi kan... itu ngetat di bagian paha, yakan ???

bodohnya lagi (ahh .. aku memang bodoh) aku terlalu patuh, SALAH KOSTUM BANGET. banyak yang pakai celana itu dan nampak modis ! sedangkan aku ? 3/4 gombrong + baju lengan 3/4 (karena gak punya baju lengan panjang sebelum berkerudung) dan ... kerudung langsungan pendek berkaret !!!
OMG HARI ITU BENAR-BENAR BENCANA ~
seorang anak laki-laki berkata "puan, kamu itu aneh banget gayanya !", disusul dengan tawa anak laki-laki lainnya. Defense ku tinggi, tentu saja insting bertahanku muncul. "ya, suka-suka gua lah. gaya-gaya gua", jujur.... aku nahan nangis ! dan mereka masih ada yang nyeletuk jahil dan mentertawakan di tempat umum. Itu pembully an kan ??? Agh!
aku tau kok aku salah kostum banget... tapi gimana lagi ? UDAH TERLANJUR.
dan hari akan selalu berakhir kok. Semuanya terlewatkan begitu saja, meskipun tak ada kenangan seru hari itu kecuali bully an yang masih terngiang, beberapa ingatan akan "kemungkinan adanya foto-foto dikamera milik mereka"

Waktu SMP juga, aku masih begitu khawatir akan tersebarnya foto-foto jelekku di masa lalu.
karena beberapa orang menyebalkan terkesan sengaja mengatakan hal tidak menyenangkan seperti...
" eeh, aku punya foto kamu lho pas jaman SD waktu kita sekelas... hahaha lucu banget !"
pas ku tanya "yang mana ? liat dong ?"
dia jawab, "ada di rumahku, jangan deh..."
kemudian ada yang nyeletuk " oh, aku pernah liat... yang itu ya ??? ahahhahah"

terus aku harus apa ?
:')

kalau kemarin kakak iparku bilang
"orang lampung memang harus tinggi difensenya, gimana enggak... hidup disana keras, kalo gak ada pertahanan, bakal diinjak-injak".
Kupikir-pikir.... benar juga sih...
Mungkin gak mesti orang Lampung, siapapun yang hidup dalam lingkungan yang keras, pastilah beradaptasi untuk bertahan hidup. Dan itulah yang membentuk diri kita.

Well, balik lagi ke masa remaja.
di umur SMP juga, akhirnya pelarianku ke buku. Mizan merupakan penerbit buku novel-novel remaja favoritku yang pertama. Kakak perempuanku yang pertama kali memperkenalkan novel-novel tipis namun kaya pesan dan makna buat anak seumurku. Akupun mulai menemukan diriku yang baru, begitu ter-eliminasi dari kelas unggulan pertama saat kenaikan kelas 3, lantaran gak bisa mempertahankan ranking di garis aman (ya... jangan ditiru, aku gak pernah belajar dengan giat), aku pun di pindahkan ke kelas unggulan kedua (turun kasta), disitu... aku mulai menjadi diriku, menemukan teman-teman baru, percaya diriku meningkat drastis, lebih banyak anak-anak yang 'se-level' dengan ku dan mereka lebih terbuka. REMAJAKU TERSELAMATKAN.
Gak peduli sekalipun mamah ngomel-ngomel dan ngancem jual buku-buku sekolah karena gak pernah dipake belajar.  Aku terselamatkan ~

Dannnnnn~
kalian tahu ???
aku baru diceritakan 'drama' dibalik pemanggilan wali murid ketika aku dapat surat peringatan akan turun kasta kelas ... bayangkan ! aku baru tahu di umurku yang ke 22 ! gila ~
Ternyata saat itu kakak perempuanku (yang baru 1 atau 2 tahun kuliah di psikologi ) diminta mamah mewakili panggilan ke sekolah, bertemu dengan walikelas ku yang... hmmm memang agak keras.

Beliau ternyata bilang kalau aku 'tak bisa diselamatkan kalau prestasinya terus menurun, dan bisa tereliminasi', beberapa kali beliau 'menjatuhkan' citraku didepan kakak perempuanku. Jujur aku gak nyangka, karena selain pelajaran Matematika dan fisika, aku bisa menghandle yang lainnya, bahkan menjadi murid yang disayang (emang gurunya penyayang sih, haha).
BERUNTUNGNYAAAAA punya kakak yang paham kondisi. Ia paham apa maksud si bapak, dan langsung dijawab "gapapa pak, kalau memang Puan harus tereliminasi, karena bagi kami... yang penting Puan tetap semangat ke sekolah dan menikmati pembelajaran."

aahhh entah kenapa, aku merasa senang.  Dibalik pertarungan ku dengan masa remajaku, ternyata aku juga dibela dalam pertarungan yang lain. TERTOLONG ! Tereliminasi dengan bahagia, karena memang aku sudah mulai tidak nyaman dnegan kondisi kelas, dan aku tidak pernah menceritakan keluh kesah ku ke siapapun dirumah.   Apa ini namanya INSTING DARAH ?
Tak ada yang kusesali dari tradisi eliminasi itu, aku mendapatkan kembali diriku. SETIMPAL.


Masa SMA...
Aku makin percaya diri, masuk ke salah satu sekolah favorit di sana. dan SMA yang aku impikan :)
Bertemu dengan teman-teman baru yang begitu baik, sahabat-sahabat yang masih menjadi sahabat rekat hingga kini.
Aku mengikhlaskan kehidupanku di SMP. Lulusan SMP ku yang aku kenal cuma sedikit yang masuk di SMA ku waktu itu. Benar-benar senang ~!

SMA juga menjadi titik balik bagi seorang aku.
Pertemanan diuji, kebijaksanaan dibangun, permaafan ditabung, logika bermain, dan banyak penerimaan-penerimaan lain yang mengantri dikehidupan 3 tahun setelah pengumuman penerimaan.
Cinta pun tumbuh... lucu-lucu naif.
Tapi tak jauh dari nasibku ketika SMP, aku masih tak punya keindahan fisik yang bisa kubanggakan.
kepalaku semakin besar karena banyak menelan ilmu kehidupan dan memikirkannya, masalah datang berganti dna menumnuhkan kebijaksanaan di usiaku yang masih belum menginjak 17 tahun.

Aku mendewasa lebih awal. Melakukan penerimaan akan fisikku, harga diri yang dibangun dengan tingginya, bahwa takkan merendahkan diri hanya karena tidak cantik ataupun demi orang yang disukai (sepihak, tentu saja).
hahaha, lucu sekali. Bisa dibilang... aku berada di posisi sidekick dalam pertemanan, cinta, ataupun kehidupan. Namun aku tetap survive dan bergerak kedepan.
"Tak pernah merasakan kisah asmara" selama di SMA. Sudah tidak heran bila itu diangkat dalam bab kehidupanku, namun aku berani mengagumi sosok-sosok menarik yang kutemui. Lumayan lah ya ?

Yang kupelajari di awal penerimaan SMA, adalah
"anak-anak eksis itu punya bakat bawaan"
mereka terlihat sejak masa orientasi, yang tampan atau cantik akan jadi incaran kakak angkatan, mereka akan lebih banyak dipanggil dengan alibi di kerjai, padahal dijadikan bahan modusan...
sedangkan sisanya "yang terabaikan", pemeran cadangan dan sisanya lagi cuma lewat... kalau dikerjai habis-habisan, dijadikan bahan bercandaan yang cenderung menghina.

percaya atau tidak, selama MOS, aku memperhatikan gerak-gerik pelaku orientasi maupun kakak tingkat, dari gestur hingga senyuman dan tatapan penuh niat bully terhadap anak-anak yang di posisi
'cuma lewat', ramah tamah pun beda reaksi antara yang menarik dan yang tidak.
Aku pun makin yakin memutuskan tak lagi merasa perlu bergaul terlalu dekat dengan yang beda angkatan ...
(maaf kalau teorinya gak valid buat kehidupan kalian)



Bersambung.....
(udah keburu subuh, aku harus tidur~)






Rabu, 14 Desember 2016

Menjadi Dewasa (1)

Menjadi dewasa itu lucu sekali, ketika hasrat untuk memaki-maki hilang begitu saja tanpa perlu klarifikasi akan sebuah kebenaran yang kita ketahui.

Ketika sebuah permaafan tak lagi dipandang sebagai kekalahan apalagi sekedar mengalah, namun wujud kesadaran sebagai seorang yang tak luput dari kesalahan dan menjadikannya kesepakatan untuk mencapai kedamaian dalam tubuh itu sendiri.

Ketika kau merasa tak lagi berhak memaksa, tak lagi layak untuk selalu menerima, tak lagi cukup hanya dengan melihat, namun mewujudkannya dengan sikap yang nyata.

Pada hari-hari yang dilalui...benang-benang merah tak lagi terasa aneh, kau menerimanya dengan begitu ikhlas berikut pahit manis yang membayanginya. 

Memaklumi tak lagi menjadi sebuah keterpaksaan.
Menerima, menerima, menerima...menjadi suatu keharusan,
kau akan banyak belajar tentang keikhlasan dalam tiap kegagalan yang kau lalui
dari setiap penolakan dengan detail alasan maupun tak beralasan
tahu diri, bahwa mungkin... saat ini kau masih bergantung pada orang lain sehingga tak bisa seenak hati melalui hari...

Kau akan belajar menghargai lebih dalam lagi, mendetail.
dan masih banyak hal yang lucu sekali saat beranjak dewasa...

Semua itu tak lain karena kau sudah mengenal dirimu, perlahan IA mengikis kulit tipis bocahmu lewat terpaan dunia.
Kau tak lagi memandang dirimu sebagai pusat edar semesta...
kamu akan memahami bawa kita bagian dari galaksi diantara banyaknya galaksi
belajar menghargai, memahami hak asasi galaksi lain agar tetap hidup dalam damai, berdampingan.

Menolong dan ditolong sudah bagian dari hubungan,
ketulusan tak lagi sekeras itu di munculkan, karena kau tau... ia akan berbinar sekalipun kau sembunyikan, begitupun sebaliknya, reseptormu makin peka merasakan hangatnya tanpa pun dikata.

Kau belajar ikhlas,
tak henti diuji, kau tetap berusaha ikhlas...
mencoba menerima bahwa segala yang didapat kini tak akan dimiliki selamanya,
perlahan memahami bahwa segala yang dapat dibuat atau dibeli kembali selalu punya cara untuk kau miliki lagi, namun tidak dengan sebuah hubungan dengan orang-orang baik yang mungkin saja berbuat khilaf karena masih begitu naif.

Kemudian, realita menjadi momok yang menguji gigihnya asamu
ia menjelma cairan antibiotik yang seolah melindungimu dari sakit akan kegagalan, namun menurunkan kadar percaya dirimu secara berangsur..

Kau akan bertemu banyak orang, kejadian, perasaan yang begitu menguras energi untuk dihadapi...
namun diantaranya, kau akan menemukan sebuah gubug kecil dimana ia menjadi singgah terbaikmu dari rasa lelah, tak sempurna... namun meneduhkan.
lagi-lagi.. kau belajar menerima ketidak sempurnaan dan belajar jujur mengakui ketidak sempurnaan milikmu...

Pada akhirnya, kau hanya ingin menjadi yang terbaik, sebisa mungkin...
dan mendapati orang-orang baik pula dikehidupanmu.
untuk melewati takdir baik maupun buruk sebagai ujian di depan nanti...

mendewasa itu sungguh lucu !


Yogyakarta, 13-14 Desember 2016
menyambut tagihan kedewasaan yang lebih lagi
#menuju23