Rabu, 02 Mei 2018

Menjadi Dewasa #3 | MASIH PENCARIAN | PERSAHABATAN

Aku harus mengulang berkali-kali paragraf terakhir di seri ke #2 menjadi dewasa. Hhhhhhh.... menjadi PHP itu berat, biar aku saja... kalian jangan.
:(
*Baiklah, langsung saja tanpa mikir plot yha!

....

Hasil pengamatan jaman MOS itulah, landasan gambaran penghidupanku di TIGA TAHUN KEDEPANNYA. Beruntungnya aku tak pernah berharap bisa dekat dengan banyak orang, khususnya "mas-mas an" gemes di jajaran panitia MOS ataupun bukan. (Yha... meskipun pas sliwer ganteng yaaaa jelalatan juga, yasudah lah ya... namanya rejeki (eh!).
Selama tiga tahun itu pula, aku menjalani kehidupan SMA tanpa ekspektasi apa-apa kecuali "akhirnya masuk sekolah negeri yang bisa pake sepatu tali dan pulang cepet".
YEAYY !

Dan harapan itu pupus seketika ketika pengumuman pembagian kelas di hari ketiga MOS. Sungguh, dengan berseragam olahraga SMP Swasta satu-satunya yang berwarna biru tua cerah di tengah lapangan, aku berharap namaku segera dipanggil saja. Tapi tidak terjadi ... hingga 3 kelas terakhir diumumkan. YAAAAAA... anak IPA... yhaaaaaa... entah ini perlu dibanggakan atau ditangisi ya.
Aku kembali masuk kelas unggulan, bedanya di Negeri namanya "RSBI" (apa kepanjangannya aku sudah lupa, BHAY !)

Tidak bermaksud sombong, hanya merendah untuk meroket saja sih (Apasih !). Alasanku masuk negeri agar bisa pulang cepat pun mendadak menjelma kemustahilan. Lagian, ingatkan ? di jilid ke 2 aku bercerita tentang kasus "tereliminasi" dari kelas unggulan, gampangnya... aku sudah malas dengan kompetisi. dan kelas non reguler kayak gini, mestilah ada embel-embel yang membebani, entah IMAGE yang sok high gitu, sampai kelas yang misah dari jajaran kelas lain, sehingga komunitas kami menyempit. HIH ! Termasuk peluang main-main sama anak kelas lain, karena kami pasti punya jadwal untuk "kelas tambahan". Sungguh, masa mudaku patut ditangisi (yaaa walaupun pada akhirnya bisa pakai sepatu tali).
Sudahlah nggak cantik, nggak eksis, nggak pinter tapi selalu terjerembab dalam takdir kelas-kelas berlabel, tambah lagi minim waktu main. T____T
Dah segitu aja sombongnya.

Hari-hari berjalan sesuai dugaan... hanya saja, ternyata tak seketat jaman di swasta, masih bisa bolos dan jadi rombongan anak rajin yang sering disuruh nyapu halaman dengan tangan. YA... SAYA RAJIN TERLAMBAT. Kayaknya itu bakat sih... karena walaupun siap dari jam setengah tujuh,  tetap saja berangkat jam 06.45, padahal gerbang tutup jam 07.00. So nice kan ;3
Dari situ justru jadi kenal sama anak-anak lain, yang bandel-bandel nggemesin, dan yang gak gemesin juga sih.

Di awal semester, sudah nemu aja gerombolan aka geng yang asik, sampai pada akhirnya ada konflik, yaaa namanya juga bocah. Tapi disitulah semua ilmu tentang persahabatan dimulai. 
Kalau dibilang, posisiku itu SIDEKICK- ada ataupun gak ada ya gak masalah. I'm not a queen bee person, tapi juga bukan followers. Jadi posisi yang super duper netral itu justru yang 'gak berkarakter' kalo kata teori di artikel Majalah Gadis bertemakan persahabatan remaja yang kubaca. Contoh, saat ada konflik, maka posisi aman karena tidak dalam pusaran konflik, tapi ya keseret juga karena jadi punya PR besar menyatukan atau minimal mendamaikan. And, that was really exhausting.
Hingga akhirnya, dalam konflik yang bertubi-tubi antara 'perpecahan geng', 'ganti pemain', sampai 'tukar guling persahabatan', dan 'konflik antar geng' ... semua itu mengarahkan kita untuk memiliki warna yang jelas. Belajar bagaimana memahami keadaan, mencari solusi, dan bersikap, tentu saja merangkul masing-masing resiko yang mungkin saja terjadi sepaket bersama pilihan yang kita ambil.

Contoh, saat teman se-geng mu melakukan kesalahan dengan anak diluar geng, tapi semua anak geng membela temanmu (ya tentu saja), sedangkan disitu kamu merasa 'ini tidak benar'. Ya... dalam posisi itu, aku pernah dimintai pendapat. Dan ...jujur saja aku khawatir akan resikonya (ikut dijauhi) tapi aku mengatakan yang sejujurnya bahwa kita tidak boleh menyalahkan 'si anak di luar geng' karena kenyataannya dia tidak bersalah. Benar saja, memang tidak di jauhi, tapi ada perombakan pemain dalam kelompok. Tapi sebelum itu terjadi, aku yang defensenya sangat tinggi ini, bergerak sendiri untuk menjadi independent.

Sok ya ? tapi membayangkan diri ditinggalkan jelas lebih menyakitkan ketimbang meninggalkan. dan menjalani hal-hal yang gak sesuai keinginan seperti jam kekantin yang harus sama, terus menerus dan terkadang malah nggak jadi ke kantin karena setungguan dan berujung kelaparan, sungguh membuat frustasi di jam pelajaran selanjutnya dengan perut keroncongan.
Mulai dari hal sepele seperti 'Pergi ke Kantin Sendirian', aku memulai langkah sebagai seorang "aku' dalam kacamata individu dan sosial.

Ke kantin sendirian terdengar sepele, tapi... untuk masa itu, sebuah pencapaian bahwa kamu tidak merasa takut ketika bertemu anak kelas lain yang kadang buatmu insecure karena kamu sadar kamu cupu dan berwajah gampang di bully. LOL. Percayalah, TRAUMA ITU NYATA.
meskipun begitu, mungkin karena pembawaanku yang 'supel', membuatku tak berlama-lama berjalan sendirian. Satu persatu, dua, tiga kawan baru mulai terlihat, lingkaran baru, namun kali ini aku memilih 'independen'. Itu kenapa hingga saat ini, (kadang akupun heran) aku bisa masuk lingkaran mana saja tanpa perlu bergabung didalamnya. Dan cara seperti ini jauh lebih menenangkan. Ibarat sebuah novel, kamu berada di sudut pandang orang ke 3 didalam cerita.
Banyak celah untuk jadi seorang pengamat, memberi ruang untuk memahami diri, menyelesaikan konflik seorang diri sebagai remaja yang beranjak dewasa, dan membuatmu lebih berani dalam melangkah kedepannya hanya dengan membawa apa yang ada pada dirimu sendiri.

Akupun jadi punya julukan baru karena bergabung dengan kegiatan ekskul gadis-gadis solihah,
pun aku mendapat isu kalau aku dicemburui karena dekat dengan salah satu atau dua anggota geng lain, tapi jauh lebih bisa santai dan cool menghadapinya. Seperti itulah rasanya memahami, cepat atau lambat... kamu merasakan, bergelut, memilih, bersikap, lantas menjadi terbiasa dan jauh lebih bijaksana ketika menghadapi yang serupa.

Aku menjadi anak yang sering 'dicurhatin', dari mulai masalah teman, pacar, keluarga. Dan disitu belajar banyak untuk tidak berkomentar. Mendengar dan memahami lebih banyak memang menuntut mulutmu untuk mengatup lebih sering. Begitulah cara kerjanya.
Hhhhhh... sungguh, banyak hal yang tak bisa kuceritakan sesungguhnya sama beratnya dengan yang mereka ceritakan. Tapi disitulah kita belajar, bahwa tidak hanya kita yang mengalami masalah, dan tidak hanya kita yang dituntut untuk kuat. Dan yang paling sulit adalah "tidak meremehkan masalah orang lain yang mungkin memang tidak lebih berat dari milik kita", toh ini bukan sebuah perlombaan "siapa yang paling menderita", tapi itu memang sudah sesuai porsinya.
Semua orang mengalami prosesnya masing-masing, tak melulu sama berat, tak melulu sama waktunya, tapi yang pasti seorang sahabat pernah bilang ...
"Bukannya setiap bahu sudah dirancang untuk kuat memikul bebannya masing-masing ?"

Dan aku yakin sekali, masa transisi selalu jadi ajang terberat setiap makhluk hidup, khususnya manusia. Sedangkan proses mendewasa... ternyata tidak ada akhirnya. seorang teman di kantor pernah bilang "tidak ada manusia yang sudah benar-benar selesai dengan hidupnya".
walaupun mau sok mengelak, tapi ya benar juga. Sama seperti belajar sabar dan ikhlas, latihan dan ujiannya selalu berlangsung hingga akhir hayat.
Bukankah dunia ini sungguh 'lucu dan menggemaskan' ??? Dibilang sementara, tapi kenapa begiti lama dan banyak hal yang kita lalui kan ? itupun masih harus belajar dari sekitar karena tidak semua rasa mampu kita rasakan seumur hidup kita. Gila kan ? apa nggak keren tuh ...


Mungkin, ini edisi #menjadidewasa yang terakhir. Entah karena malas, atau khawatir PHP lagi...
rasanya, kita semua akan paham dengan sendirinya, entah dengan impuls dari dalam ataupun dari luar. Manapun itu, percayalah...mendewasa takkan membunuhmu. Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hal yang menajadi keputusan NYA. Tetaplah hidup dan menghidupi kehidupan.
Jadi tak perlu berpikir kita yang paling menyedihkan, atau kita yang paling menderita (ini juga masih jadi PR untukku sendiri).

sampai-sampai aku membuat lelucon garing tentang diriku sendiri. Selama ini selalu mengeluh tiap mencari sepatu perempuan ukuran kakiku, banyak sih tapi yang cakep itu sedikit yang ukurannya diatas 38 yha~. Lantas terlintas, "oh... mungkin itu kenapa Tuhan buat kakiku besar dan bahuku cukup lebar, karena aku harus kuat menopang semuanya lewat kedua kaki dan pundak ini. Bukankah semuanya sudah didesain sesuai takaran-Nya ?"


Dimanapun kamu, dan tahapan yang kamu lalui sekarang, seberat apapun, seminim apapun bantuan disekitarmu, bahkan mungkin tinggal dirimu dan TUHAN...
Percayalah, kalian mampu melewatinya. Tak perlu kabur, hadapilah... "what doesn't kill you makes you stronger". Lirik ini tak salah.  Hanya dengan menghadapi, kamu bisa lolos disetiap tahapannya.

keep holding on.
berbuat baiklah, karena semesta akan membalikkan apa-apa yang kamu taburkan ke sekitar.
mungkin, kamu pernah kecewa karena saat kamu kesulitan, tak ada yang menolongmu bahkan untuk mereka yang selalu kamu bantu saat dalam kesulitan... Tapi coba pertajam hati dan matamu... selalu ada "penolong" lain yang melunakkan jalanmu. Ya... meski bukan dengan cara yang sama, tapi dampaknya sama.

Kebaikan itu menular, berbalik, dan bikin nagih.
Jangan menjadi jahat hanya karena sebagian kecil dunia tidak ramah padamu...
Kita tidak pernah tahu, seberapa besar beban dan kesulitan yang orang lain hadapi...
bukankah seperti itu kata pepatah yang bertebaran di dunia maya ?

dan kuberitahu...
MEMANG BEGITU ADANYA...

Selamat mendewasa tanpa harus menua, teruslah jalan kedepan, tak harus terus berlari. terkadang kamu perlu duduk di tepian jalan, menikmati keindahan ciptaanNYA, sebelum melanjutkan perjalanan kembali....
Semangat ! :)

Mari menghidupi kehidupan yang sementara ini
dengan menjadi sebaik-baiknya manusia yang bisa kita capai.