Jumat, 23 Desember 2016

Menjadi Dewasa #2 | MASA REMAJA | PENERIMAAN

Akhirnya kuputuskan untuk menjadikan seri 'Menjadi Dewasa' sebagai rangkuman beberapa poin dengan bumbu-bumbu sok bijak hasil pendalaman ilmu kehidupan dengan poin yang agak berantakan dan sejumput PHP dalam penyelesaian seri nya.

Masih dengan rumus yang sama . "Menjadi dewasa itu sungguh lucu"....

Semua hal yang ada sekarang membuatku tertawa geli jika harus mengingat hari kemarin, namun... tak sedikitpun ada rasa kuatir hingga ingin menghapusnya.
Mendewasa itu memang menyayat perih, kalian pasti akan pahami cepat atau lambat, tapi itulah lucunya... beberapa dari kita membiarkan jejak-jejak muda itu begitu saja. Ya...itu karena kita telah MENERIMA.

Benar kata pepatah "kita takkan bisa mengubah masa lalu". Yang bisa kita lakukan hanyalah berbenah, simpan luka dan kecewa yang lalu kedalam sebuah ruangan di belakang, tak perlu sering-sering dibuka pintunya cukup dengan memberinya ruang. Bukan untuk dikenang terus-terusan, namun untuk refleksi diri jika dibutuhkan suatu hari.

IKHLAS, satu kata dengan penerapan tersulit sepanjang kehidupan. Ikhlas satu, datang banyak hal yang minta di ikhlaskan. Lucu kan ? entah Tuhan bercanda untuk menguji kita atau pula murka ? kita tak tau, namun yang pasti... selama yang kita tebar merupakan kebaikan, maka tak perlu khawatir akan berbagai cobaan. Toh pasti terlewatkan, seperti janji Tuhan yang tak pernah IA ingkari.

Dulu...
Memiliki fisik yang tak begitu indah bahkan 'sempurna' menjadikan diri menciut dihadapan dunia, menatap esok pun gemetaran. Masa puber adalah masa paling sulit. (yakan ?) rasanya seperti fase neraka.
kita belajar menerima luka dan tak jarang melukai diri sendiri, pintar dan bodoh secara bersamaan, naif.  Hingga menjadi remaja adalah anugerah karena disitulah titik balik bagi banyak orang, termasuk aku.

Jika ditanya apa yang membuatku seperti sekarang ? (emang sekarang udah jadi apa sih, sok banget deh ! *ngomong sendiri)
well... sebenarnya aku sosok yang sangat percaya diri sejak kecil, kromosom tak bisa berbohong. Pendidikan dalam keluarga benar-benar poin penting, hingga masa remaja melunturkan semuanya.
Pada fase itu aku ditampar kenyataan yang disampaikan oleh orang lain yang sebaya denganku, yang sebenarnya tak lebih pintar dari -keluguan- ketololan ku dimasa itu.
hingga aku menyadari, benar-benar menyadari bahwa "AKU JELEK"

Kaca menjadi teman sekaligus musuh, tiap pagi bersiap kesekolah, dia tak mengingatkanku akan memasang wajah manis, hanya terdiam melihatku percaya diri dengan merasa diriku tak ber gender !
kalau dia baik, harusnya ingatkan aku kalau aku ini perempuan ! yakan ?
Tapi lagi-lagi dia hanya benda mati, tak mungkin menyadarkanku yang masih begitu tengil dan naif.
hingga aku di hina oleh teman sekelasku karena tidak cantik saat mengemukakan opini dikepalaku saat melawannya.

"astaga, sejak kapan beropini harus cantik ?!"
dan dia pun meneriakkan hinaannya dari ujung bangku kelas, dan aku diujung kutub satunya. JELAS SEMUANYA DENGAR (sial !). Karena ucapannya itu, aku yang bodoh bin tolol ini menjadi agak tertutup dengan kepalaku sendiri, aku mengenal istilah MINDER, dikelasku isinya anak-anak orang kaya yang sangat terawat, dan kalaupun tidak kaya, mereka tidak jelek. Dan seakan memang akulah yang terjelek .

Apesnya, mamaku tak menyadari bahwa anak gadisnya ini akan mengalami masa sulit di fase remajanya, aku bukan tipe pengadu juga sih. Mamah jarang sekali mendandaniku dengan dandanan ala gadis-gadis dikelasku, aku besar dengan gaya yang "BOYISH", kaos, celana 1/2 tiang atau 3/4, without veil. aku belum berkerudung saat itu.
Pulang sekolah balik kerumah, ganti baju ala anak laki-laki, dan pergi ke tempat les. BANGGA.
Menjadi kebiasaan, hingga suatu ketika kelas kami ada acara outbond ke tempat wisata alam yang baru buka saat itu. dikatakan dalam edaran "dilarang menggunakan celana ketat". Aku punya sih celana jeans (waktu itu masih musim cutbray) tapi kan... itu ngetat di bagian paha, yakan ???

bodohnya lagi (ahh .. aku memang bodoh) aku terlalu patuh, SALAH KOSTUM BANGET. banyak yang pakai celana itu dan nampak modis ! sedangkan aku ? 3/4 gombrong + baju lengan 3/4 (karena gak punya baju lengan panjang sebelum berkerudung) dan ... kerudung langsungan pendek berkaret !!!
OMG HARI ITU BENAR-BENAR BENCANA ~
seorang anak laki-laki berkata "puan, kamu itu aneh banget gayanya !", disusul dengan tawa anak laki-laki lainnya. Defense ku tinggi, tentu saja insting bertahanku muncul. "ya, suka-suka gua lah. gaya-gaya gua", jujur.... aku nahan nangis ! dan mereka masih ada yang nyeletuk jahil dan mentertawakan di tempat umum. Itu pembully an kan ??? Agh!
aku tau kok aku salah kostum banget... tapi gimana lagi ? UDAH TERLANJUR.
dan hari akan selalu berakhir kok. Semuanya terlewatkan begitu saja, meskipun tak ada kenangan seru hari itu kecuali bully an yang masih terngiang, beberapa ingatan akan "kemungkinan adanya foto-foto dikamera milik mereka"

Waktu SMP juga, aku masih begitu khawatir akan tersebarnya foto-foto jelekku di masa lalu.
karena beberapa orang menyebalkan terkesan sengaja mengatakan hal tidak menyenangkan seperti...
" eeh, aku punya foto kamu lho pas jaman SD waktu kita sekelas... hahaha lucu banget !"
pas ku tanya "yang mana ? liat dong ?"
dia jawab, "ada di rumahku, jangan deh..."
kemudian ada yang nyeletuk " oh, aku pernah liat... yang itu ya ??? ahahhahah"

terus aku harus apa ?
:')

kalau kemarin kakak iparku bilang
"orang lampung memang harus tinggi difensenya, gimana enggak... hidup disana keras, kalo gak ada pertahanan, bakal diinjak-injak".
Kupikir-pikir.... benar juga sih...
Mungkin gak mesti orang Lampung, siapapun yang hidup dalam lingkungan yang keras, pastilah beradaptasi untuk bertahan hidup. Dan itulah yang membentuk diri kita.

Well, balik lagi ke masa remaja.
di umur SMP juga, akhirnya pelarianku ke buku. Mizan merupakan penerbit buku novel-novel remaja favoritku yang pertama. Kakak perempuanku yang pertama kali memperkenalkan novel-novel tipis namun kaya pesan dan makna buat anak seumurku. Akupun mulai menemukan diriku yang baru, begitu ter-eliminasi dari kelas unggulan pertama saat kenaikan kelas 3, lantaran gak bisa mempertahankan ranking di garis aman (ya... jangan ditiru, aku gak pernah belajar dengan giat), aku pun di pindahkan ke kelas unggulan kedua (turun kasta), disitu... aku mulai menjadi diriku, menemukan teman-teman baru, percaya diriku meningkat drastis, lebih banyak anak-anak yang 'se-level' dengan ku dan mereka lebih terbuka. REMAJAKU TERSELAMATKAN.
Gak peduli sekalipun mamah ngomel-ngomel dan ngancem jual buku-buku sekolah karena gak pernah dipake belajar.  Aku terselamatkan ~

Dannnnnn~
kalian tahu ???
aku baru diceritakan 'drama' dibalik pemanggilan wali murid ketika aku dapat surat peringatan akan turun kasta kelas ... bayangkan ! aku baru tahu di umurku yang ke 22 ! gila ~
Ternyata saat itu kakak perempuanku (yang baru 1 atau 2 tahun kuliah di psikologi ) diminta mamah mewakili panggilan ke sekolah, bertemu dengan walikelas ku yang... hmmm memang agak keras.

Beliau ternyata bilang kalau aku 'tak bisa diselamatkan kalau prestasinya terus menurun, dan bisa tereliminasi', beberapa kali beliau 'menjatuhkan' citraku didepan kakak perempuanku. Jujur aku gak nyangka, karena selain pelajaran Matematika dan fisika, aku bisa menghandle yang lainnya, bahkan menjadi murid yang disayang (emang gurunya penyayang sih, haha).
BERUNTUNGNYAAAAA punya kakak yang paham kondisi. Ia paham apa maksud si bapak, dan langsung dijawab "gapapa pak, kalau memang Puan harus tereliminasi, karena bagi kami... yang penting Puan tetap semangat ke sekolah dan menikmati pembelajaran."

aahhh entah kenapa, aku merasa senang.  Dibalik pertarungan ku dengan masa remajaku, ternyata aku juga dibela dalam pertarungan yang lain. TERTOLONG ! Tereliminasi dengan bahagia, karena memang aku sudah mulai tidak nyaman dnegan kondisi kelas, dan aku tidak pernah menceritakan keluh kesah ku ke siapapun dirumah.   Apa ini namanya INSTING DARAH ?
Tak ada yang kusesali dari tradisi eliminasi itu, aku mendapatkan kembali diriku. SETIMPAL.


Masa SMA...
Aku makin percaya diri, masuk ke salah satu sekolah favorit di sana. dan SMA yang aku impikan :)
Bertemu dengan teman-teman baru yang begitu baik, sahabat-sahabat yang masih menjadi sahabat rekat hingga kini.
Aku mengikhlaskan kehidupanku di SMP. Lulusan SMP ku yang aku kenal cuma sedikit yang masuk di SMA ku waktu itu. Benar-benar senang ~!

SMA juga menjadi titik balik bagi seorang aku.
Pertemanan diuji, kebijaksanaan dibangun, permaafan ditabung, logika bermain, dan banyak penerimaan-penerimaan lain yang mengantri dikehidupan 3 tahun setelah pengumuman penerimaan.
Cinta pun tumbuh... lucu-lucu naif.
Tapi tak jauh dari nasibku ketika SMP, aku masih tak punya keindahan fisik yang bisa kubanggakan.
kepalaku semakin besar karena banyak menelan ilmu kehidupan dan memikirkannya, masalah datang berganti dna menumnuhkan kebijaksanaan di usiaku yang masih belum menginjak 17 tahun.

Aku mendewasa lebih awal. Melakukan penerimaan akan fisikku, harga diri yang dibangun dengan tingginya, bahwa takkan merendahkan diri hanya karena tidak cantik ataupun demi orang yang disukai (sepihak, tentu saja).
hahaha, lucu sekali. Bisa dibilang... aku berada di posisi sidekick dalam pertemanan, cinta, ataupun kehidupan. Namun aku tetap survive dan bergerak kedepan.
"Tak pernah merasakan kisah asmara" selama di SMA. Sudah tidak heran bila itu diangkat dalam bab kehidupanku, namun aku berani mengagumi sosok-sosok menarik yang kutemui. Lumayan lah ya ?

Yang kupelajari di awal penerimaan SMA, adalah
"anak-anak eksis itu punya bakat bawaan"
mereka terlihat sejak masa orientasi, yang tampan atau cantik akan jadi incaran kakak angkatan, mereka akan lebih banyak dipanggil dengan alibi di kerjai, padahal dijadikan bahan modusan...
sedangkan sisanya "yang terabaikan", pemeran cadangan dan sisanya lagi cuma lewat... kalau dikerjai habis-habisan, dijadikan bahan bercandaan yang cenderung menghina.

percaya atau tidak, selama MOS, aku memperhatikan gerak-gerik pelaku orientasi maupun kakak tingkat, dari gestur hingga senyuman dan tatapan penuh niat bully terhadap anak-anak yang di posisi
'cuma lewat', ramah tamah pun beda reaksi antara yang menarik dan yang tidak.
Aku pun makin yakin memutuskan tak lagi merasa perlu bergaul terlalu dekat dengan yang beda angkatan ...
(maaf kalau teorinya gak valid buat kehidupan kalian)



Bersambung.....
(udah keburu subuh, aku harus tidur~)






Rabu, 14 Desember 2016

Menjadi Dewasa (1)

Menjadi dewasa itu lucu sekali, ketika hasrat untuk memaki-maki hilang begitu saja tanpa perlu klarifikasi akan sebuah kebenaran yang kita ketahui.

Ketika sebuah permaafan tak lagi dipandang sebagai kekalahan apalagi sekedar mengalah, namun wujud kesadaran sebagai seorang yang tak luput dari kesalahan dan menjadikannya kesepakatan untuk mencapai kedamaian dalam tubuh itu sendiri.

Ketika kau merasa tak lagi berhak memaksa, tak lagi layak untuk selalu menerima, tak lagi cukup hanya dengan melihat, namun mewujudkannya dengan sikap yang nyata.

Pada hari-hari yang dilalui...benang-benang merah tak lagi terasa aneh, kau menerimanya dengan begitu ikhlas berikut pahit manis yang membayanginya. 

Memaklumi tak lagi menjadi sebuah keterpaksaan.
Menerima, menerima, menerima...menjadi suatu keharusan,
kau akan banyak belajar tentang keikhlasan dalam tiap kegagalan yang kau lalui
dari setiap penolakan dengan detail alasan maupun tak beralasan
tahu diri, bahwa mungkin... saat ini kau masih bergantung pada orang lain sehingga tak bisa seenak hati melalui hari...

Kau akan belajar menghargai lebih dalam lagi, mendetail.
dan masih banyak hal yang lucu sekali saat beranjak dewasa...

Semua itu tak lain karena kau sudah mengenal dirimu, perlahan IA mengikis kulit tipis bocahmu lewat terpaan dunia.
Kau tak lagi memandang dirimu sebagai pusat edar semesta...
kamu akan memahami bawa kita bagian dari galaksi diantara banyaknya galaksi
belajar menghargai, memahami hak asasi galaksi lain agar tetap hidup dalam damai, berdampingan.

Menolong dan ditolong sudah bagian dari hubungan,
ketulusan tak lagi sekeras itu di munculkan, karena kau tau... ia akan berbinar sekalipun kau sembunyikan, begitupun sebaliknya, reseptormu makin peka merasakan hangatnya tanpa pun dikata.

Kau belajar ikhlas,
tak henti diuji, kau tetap berusaha ikhlas...
mencoba menerima bahwa segala yang didapat kini tak akan dimiliki selamanya,
perlahan memahami bahwa segala yang dapat dibuat atau dibeli kembali selalu punya cara untuk kau miliki lagi, namun tidak dengan sebuah hubungan dengan orang-orang baik yang mungkin saja berbuat khilaf karena masih begitu naif.

Kemudian, realita menjadi momok yang menguji gigihnya asamu
ia menjelma cairan antibiotik yang seolah melindungimu dari sakit akan kegagalan, namun menurunkan kadar percaya dirimu secara berangsur..

Kau akan bertemu banyak orang, kejadian, perasaan yang begitu menguras energi untuk dihadapi...
namun diantaranya, kau akan menemukan sebuah gubug kecil dimana ia menjadi singgah terbaikmu dari rasa lelah, tak sempurna... namun meneduhkan.
lagi-lagi.. kau belajar menerima ketidak sempurnaan dan belajar jujur mengakui ketidak sempurnaan milikmu...

Pada akhirnya, kau hanya ingin menjadi yang terbaik, sebisa mungkin...
dan mendapati orang-orang baik pula dikehidupanmu.
untuk melewati takdir baik maupun buruk sebagai ujian di depan nanti...

mendewasa itu sungguh lucu !


Yogyakarta, 13-14 Desember 2016
menyambut tagihan kedewasaan yang lebih lagi
#menuju23

Minggu, 18 September 2016

sebuah penawaran

ada dua hal tentang sebuah kepergian
yang pertama untuk kembali (lagi)
dan yang kedua ... untuk benar-benar pergi.
kemudian kau tanya padaku berada dimana ?
haruskah jawabku jujur ?
bahkan aku tak yakin akan sebuah 'rumah' ...
kecuali pada Nya lah aku akan 'berpulang'

kau menengadah ke langit yang mereka bilang 'kosong'
apa yang kau lihat ?
aku penasaran...
"Jika aku menuntunmu dengan susunan batu yang ku letakkan diantara ilalang..."
kau masih tak menatapku sedikit pun
bolehkah aku dengar segera apa lanjutan kalimatmu ?
mengapa napasmu begitu berat ?
bahkan jemarimu seakan ingin mewakili kegagapanmu berbicara

kau menatapku, perih
jemarimu yang gemetar tadi...
mendekati si kelingking kurus milikku
sekarang...aku benar benar...

"dapatkah aku menjadi persinggahanmu ? jika memang tak ada kata rumah dalam hidupmu,.."

sepenuhnya jemariku kau genggam.
aku terpaku ...
mengapa dindingku begitu angkuh ?
akupun tak memahami benteng ini
situasi selalu ku kambing hitamkan
namun, mengapa aku begitu membeku ?

Genggam mu halus namun erat.
"mampirlah jika kau lelah...digubug kecilku di hutan sana"
...
"ikuti saja bebatuannya...kau pasti suka."
...

aku hanya bisa menatapnya,  sesuatu terjun bebas menabrak pipi dan bibirku.
hangat.



Yogyakarta, 19 September 2016
00:06




Minggu, 10 Juli 2016

The Great Nanny #PART 1

NB : Tulisan ini kuketikkan di hari kematian Alm. dan belum sempat melanjutkannya, tapi niat sudah kadung terbentuk... jadi.. di upload dan anggap saja ini part 1 nya  ya...

--------------------------------------------


Mungkin ini pertama kalinya aku menuliskan hal real tentang kehidupan pribadi secara blak-blakan...entah kenapa kali ini aku merasa "HARUS NULIS" tentang apa yang aku rasakan saat ini.
Ya, jika kalian sudah melihat IG ku pagi tadi....Tulisan kali ini, aku persembahkan untuk Alm. Mbak Robiyah... atau siapapun yang mengenalnya dan tidak mengenalnya. Aku ingin mencatatnya dalam sejarah pribadi, atau publik... bahwa pernah ada sosok "The Great Nanny" diatas bumi yang makin terlihat kecil dan sementara ini.

* BERITA *
Yogyakarta, 15 Juni 2016
Rabu pagi.

Bingung, jika harus dimulai dari mana...dan mungkin akan mengalir begitu saja secara acak. 
Subuh tadi sehabis sahur, handphone  kumatikan sembari di charger. Seperti biasa pasti ketiduran lagi sehabis subuh ... dan bangun-bangun sudah sekitar jam setengah tujuh-an. Begitu handphone nyala, langsung masuk perpesanan dan telpon. Aini menelpon dengan suara agak parau, mungkin karena masih pagi... 

"mbak, udah denger kabar ?"
"apaan ? kabar apa ?"
"mbak rob ninggal...tadi subuh katanya"
"Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun...seriusan ??"

Antara sadar gak sadar, aku mencerna berita tersebut, kira-kira pembicaraan singkat itu berakhir begitu saja dengan lempeng. Gak ada perasaan gimana-gimana. Cuma... berasa seperti angin gak lewat, cahaya gak ada, pikiran lagi kosongan. Kemudian langsung hubungi keluarga dirumah, sembari buka-buka file lama di laptop buat nyari foto terakhir aku dengan beliau...
memancing kembali semua ingatan yang terhalangi deadline pagi ini.
Kalau aku harus mengakui sesuatu dan aku bilang 'tidak menangis', berarti aku berbohong.

* BIBIT *
(flash back ya...)

Aku lahir dan tumbuh dengan kondisi yang serba istimewa (menurutku pribadi), aku punya tiga ibu, satu saudara sepersusuan, dan 2 orang ayah serta saudara kandung dan tak kandung lainnya. 
Waktu kecil, aku termasuk yang rewel dan pilih-pilih asupan makanan, untuk saat itu aku masih di usia "ngASI". Mbak Rob gak bisa ngehandle aku yang nangis gak berhenti, sedangkan mamah saat itu masih kuliah pendidikan guru.. Ya...bisa dibilang aku anak yang 'kecolongan', ada niatan punya anak... tapi kehadiranku diluar 'jadwal'. 

Disaat yang bersamaan, ibu yang tinggal dibelakang rumah atau yang biasa kupanggil "Tante Sri" gak tega ngeliat aku yang nangis gak berhenti-berhenti, akhirnya setelah izin suaminya dia memutuskan untuk memberikan ASI nya buatku. Bener saja, aku langsung tenang. Anaknya, Aini... anak perempuan yang lahir sebulan setelah kelahiranku. 
Ayah-Mamah, Ibu-Bapak kami saling mengenal sejak masa muda, ya... orang tuaku lebih tua beberapa tahun, dan seiring dengan kisah yang terjalin oleh benang merah yang begitu panjang, mereka pun sudah seperti saudara kandung.
Ibu kami hamil diwaktu bersamaan mengandung kami, dua-duanya perempuan tangguh, anti manja gula-gula... kepasar berdua biar saling 'backup' kalo sampe ada yang pingsan (meskipun pada akhirnya yang pingsan malah yang 'jagain') begitulah.. 

Sepulang mamah kerja, Tante Sri sendiri yang bilang ke mamah.
"Mbak Yati... tadi Mega nangis gak berenti-berenti, aku gak tegel*(tega) liatnya.. jadi aku susuin"

Mamah tentu saja agak kaget...tapi 'gimana lagi ?' udah terlanjur kan ? 

"Tapi kamu sudah izin Saleh ?" (suami Tante Sri)
"Sudah Mbak..."
"Kalo memang kamu ikhlas, dan Saleh mengizinkan...ya gak papa..saya yang terimakasih"

Setelah ucapan maaf dan terimakasih dan entah apalagi diluar pengetahuan saya... sejak itu pula saya RESMI punya saudara sepersusuan yang namanya AINI .


* MBAK ROB *

Mbak Rob mulai tinggal bersama keluarga kami sejak sekitar 3 bulan sebelum aku lahir, ayah sendiri yang mencarinya untuk persiapan kalau aku lahir. Ayah dapat info dari temannya kalau ada gadis dikampungnya di Metro yang bisa dijadikan asisten rumah tangga. 

Hari itu, ayah mboyong Mbak Rob kerumah kami yang baru dibangun (belum sepenuhnya selesai) tahun 1993. Kami pendatang baru dan cukup bisa dikatakan 'pendahulu' di daerah tempat tinggal kami, Rajabasa. Tempat yang (kalau kalian mau tau) jaman dulu sih angker banget kalau denger nama RAJABASA. Kecamatan yang dibilang angker bukan karena banyak setan... tapi markasnya preman. Bukan sekedar preman... tapi gembong alias tempat dimana antar geng preman berkumpul, yang mana ceritanya bebacokan antar geng preman -peperangan berdarah dijalan menujun rumah kami itu hal yang BIASA. 
Bisa dibayangkan ? 

Rumah kami di ujung gang, sekitar 1 kilometer dari jalan protokol, 1993 Desember belum ada listrik, masih pakai petromagh . Lokasi gak begitu jauh dari Terminal Induk Rajabasa yang sampai sekarang masuk peringkat 'Terminal Ter-angker se Asia Tenggara'... lagi-lagi bukan karena setannya, tapi karena kriminalitas dan premanisme yang berkembang pesat disana. 
(Jadi upaya saya menyamar menjadi gadis jawa baik-baik di Yogyakarta bisa dikatakan berhasil ya ? mengingat saya tumbuh dilingkungan 'mantan preman' disana)
 Saking jarangnya rumah disana, ayah memasang nomor rumah dengan angka 100, dan sejak itu perkembangan pemukiman disana membuat rumah dengan nomor yang menghitung mundur dari 100 ...(lucu ya?  #maksa)

Kalau dipikir-pikir, Mbak Rob gak ngeluh ya dibawa untuk kerja dilingkungan kayak gitu ? mengingat aku pernah denger kalau ART sekarang banyak maunya, bahkan berani bilang "saya gak biasa kerja di rumah yang gak tingkat 2 dan pembantunya gak 2" (ini real lhooo !!!)
Salut. 

Mbak Rob lahir di Metro, didesa kecil dengan bulek (tante) dan saudara-saudara sepupunya. Ia sudah yatim piatu sejak berumur 3 tahun kalau gak salah, dulu dia pernah cerita waktu aku masih kecil. 
Dia tidak bisa baca tulis, karena gak sempat mengenyam pendidikan SD saat itu karena orangtuanya meninggal dunia, jadi begitu sudah tau kerjaan, dia ikut bulek nya nandur di sawah. Seperti kebanyakan penduduk di kampungnya. 

Dulu aku sering nanya dengan polosnya "kok Mbak Rob gak bisa baca ?"
beliau cuma jawab, " kan Mbak Rob gak sekolah, kalo mega kan sekolah makanya pinter baca".

Yang kuingat pasti, Iat elaten orangnya, sabar sama anak kecil, aku ingat sekelebat-sekelebat...
waktu mamah kerja, aku sama mbak Rob seharian. Doi sambi masak, nyuci, dsb.
Kalau lagi masak, aku digendong pakai kain gendong di belakang, biar gak kecipratan minyak.
Aku inget waktu masih kecil dia suapin pakai ikan mas, terus ketelan duri... dia gak terlihat panik tapi terus berusaha ngeredain tangisanku sambil nyuapin nasi biar durinya lepas kebawa nasi, dan air.

Saking dekatnya dengan mbak Rob dan "apa-apa Mbak Rob", aku sampe diledekin "anak Mbak Rob" sama tetangga dan teman-teman mengajar mamah. Mereka tertawa ngeledekin aku, tapi aku nangis gak mau disebut anak Mbak Rob. hehe...
Baru sekitar SMA aku bisa 'selow' diledekin begitu .
Ya... Mbak Rob bekerja di keluarga kami sekitar 20 tahun. Bayangin !

Resepnya ?
Menurut penelitian terhadap banyak tokoh sih. 
keawetan pekerja bergantung pada bagaimana si pekerja, dan si pemberi pekerja. 
sebagai contoh :

Dikerluargaku, Mbak Rob diperlakukan layaknya anggota keluarga. Bedanya, jobdesknya lebih spesifik. 
Mbak Rob bebas meminta tolong pada siapapun di rumah kami, bahkan menyuruh ku untuk menggantikan tugasnya. 
"Ga, bikinin minum buat tamu sih", ini kalo mintanya lagi baik yaa. Misal ada tamu yang gak dia suka, dia akan diem dikamar atau kalo ngomong 
"sana bikini minum, itu kan om -mu"

well~
Alm. Nenekku dari ayah pernah menyaksikan 'episode' yang ini, dan beliau sempat meminta orangtuaku menegur Mbak Rob.
Tapi apa yang dilakukan orantuaku ?
diam aja.

Mama sering marah-marah bangunin aku tiap minggu pagi karena males-malesan dan sengaja bangun siang (katanya) -masih bela diri yeee...
Doi bilang "jangan semua-mua mbak Rob.. sana nyapu depan !"
(iya.. pake tanda seru kok)
"inget ya nak, tugas pembantu itu hanya MEMBANTU (ditekankan dengan halus saat bicara empat mata), BUKAN BABU"

keren kan ? emak guwe !
alhasil.. kami semua harus kerja, bantu mamah, beres-beres rumah .. kecualiiiii pria-pria dirumah kami yang harus dilayani. 

*PERJALANAN*

20 tahun aku yakin bukan waktu yang singkat dan mudah. Manusia diciptakan dengan semua sisi baik buruk serta paket menyebalkan sebagai 'BONUS'. Begitu juga almarhum dan kami. Seperti sebuah takdir yang tak bisa kami pilih, seperti takdir akan sebuah ikatan saudara.

Seluk beluk rumah kami, dia masternya. Setiap pagi sudah bangun matikan lampu-lampu, nyapu, nyuci baju. Mamah dan Mbak Rob itu sejenis team yang udah saling back-up, karena mamah ayah kerja berangkat pagi kan..kami juga sekolah.
Sebenernya gak ada suatu yang diharuskan ke Mbak Rob dirumah kami.
bebas dia mau nyuci jam berapa, masak jam berapa. Yang pasti.. urusan baju seragam dipakai hari apa dan apa... doi udah harus tau dan ada pas mau dipake. 
Simpel. 
Mbak rob diajari mamah banyak hal untuk kami, dan baiknya juga Mbak Rob improve banget sama yang mamah ajarkan, gak jarang untuk beberapa hal dia EXPERT ketimbang mamah.


Kolaborasi Lebaran yang paling asyique.
Mbak rob bukan tipe yang terlalu antusias sama bikin kue, jadi partner mamah ya tante sri. 
Tiap tahunnya rumahku seperti open house, mulai dari pulang solat IED sampe malem, tamu gak berhenti ... alhamdulillah ramai. 
dan tentunya memberikan pekerjaan tambah buat kami, HANYA PARA WANITA untuk membereskan semuanya. 
kalau kalian yang baca ikut terjun, baru bisa ngerasain sensasinya. Ketika tamu gak berhenti dan datang seperti gelombang laut, kemudian semua gelas keluar, dan masuk ke rak cucian,= dan segera harus dicuci, dikeringkan dan diisi lagi.
Mengisi toples-toples dan piringan makanan basah untuk selalu penuh...gak lupa cipika-cipiki, dan tugas tambahanku sebagai "PENYALUR THR"
Anak-anak kecil gak kalah banyak. Seperti udah dibisikkan secara turun temurun (lebay), anak-anak ini aku perhatikan dari kecil sampe pada SMP masih pede ikutan nunggu THR ...

Aku iri, sering. 
Karena sejak kecil, aku gak pernah ngerasain keliling rumah tetangga untuk minta THR. Dengan kondisi rumah yang ramai, aku gak bisa kemana-mana sampai H+3 lebaran.. sedih kan ?
hiks.

Balik lagi ke persiapan lebaran.
yang terkenal dari Gubug kami waktu lebaran adalah "MANISAN KULANG-KALING"
yeah.. aku baru ngerasain ikut membuatnya pas SMA. Tentu saja kalian akan tau dari mana rasa manisan yang jadi legenda itu. 

Pulang dari pasar, mamah sudah bawa 10 kilo kulang-kaling (pernah sampe 20 kilo karena sepupuku ada yang minta dibuatkan). Mbak Rob langsung bongkar muatan, dan nyuci ampe bersih, rebus, cuci lago, rebus lagi. Hingga adegan yang terakhir setelah gula-gula dimasukkan (ini bisa memakan waktu seharian sampe malem malah) aku bertugas gantikan mamah ngaduk tuh panci dengan 20 kilogam kulang-kaling. Bagian terberat, mengaduk, mengaduk, mengaduk, sampai semuanya merata panas dan manis pun meresap.

Kulang-kaling jadi, itu bukan sebuah akhir. Ini nih... keahlian Mbak Rob...
Kulang-kaling manis tadi enak banget kalo dimakan bareng tape ketan item !
wuiiihhhh dahsyat. dan lucunya... selama aku idup, gak ada tape ketan yang nyaingin enaknya tape bikinan Mbak Rob. Mungkin terdengar lebay, tapi seriously.. aku agak menyesal belum pernah belajar bikin tape sama doi. :'(

(Bersambung ...)



Minggu, 26 Juni 2016

PERTEMUAN (2)

aku mendapatimu tersenyum lega, sambil menatapku yang sebelumnya tak manyadari kalau sedang ditatap, tentunya

"menangis sajalah, kalau aku membuatmu terharu"
Ia terkikik. Geli.
"kamu tau, kamu orang kedua yang kuajak bicara sebulan terakhir"
aku menutup menu, menggeserkan pena dan kertas pemesanan kearahnya
"ingat...kali ini aku muncul sepenuhnya sebagai seorang sahabat, jadi gak perlu diambil perasaan"
"iya... aku tau"
"aku sudah lama vakum dari dunia percintaan yang ahevlah ehevleh (*bla-bla)"

senyumu mendadak tak enak.
"maaf ya..."
aku beranjak cuci tangan.
"senang ?"
"aku senang, karena cuma kamu temanku sekarang,"
"iya, tentu saja. Dan kau berhutang banyak denganku, diluar semua makanan yang kupesan hari ini tentunya"

tak ada penolakan atau ketidaksetujuan.
kami mulai memahat dinding-dinding batu yang tumbuh entah sejak kapan, dengan berbagi kisah, dengan hinaan, dengan nasihat, dengan bujukan. Seperti mengunyah lotek setelah bertahun-tahun makan daging.
ringan. 
segar.
enak.
kita sepakat untuk urusan yang satu itu.

membahas tentang perjuangan diantara sesama kesatria, membangkitkan dengan memaki -yang kuanggap tepat dan jantan saat itu.
sesekali berubah menjadi tukang bubur yang sudah master. memberi resep untuk mengolah nasi yang sudah jadi bubur.
tak melulu sepakat dalam pemikiran, tapi "yasudahlah" toh itu pilihan dan konsekuensi masing-masing tentunya.
dan tak ketinggalan...
Memaafkan.

"aku tidak membawa sedikitpun perasaan, hari ini"
"tapi aku membawanya kemana-mana..."
tatapannya memancing untuk melibatkanku dalam trik penggoda
"jangan marah, kamu berhak melakukan itu
tapi aku juga berhak melakukan ini kan ?"
"terserah kau sajalah", aku sudah tak begitu perduli dengan apa yang kan terjadi nanti.

kami belum kenyang.
dan mencari terkaman lain yang lebih lembut dan dingin untuk membawa ke suasana yang lebih netral.

"aku akan bertarung kembali nanti"
"mulailah besok"
kita berjabat tangan, dibawah langit kemarau yang dingin 
kutepuk bahu selayaknya pria saling menepuk (paling tidak, seperti yang sering kulihat)
"semangat"
ia terlihat sekejap berpikir. lantas menahan jabatan sebelum kumasukkan telapak tangan yang dingin kedalam saku.
"tetaplah menjadi rumah untukku pulang".

aku terdiam, kini giliran semesta yang jadi gelagapan.





PERTEMUAN (1)

"Bagaimana dengan 10 tahun lagi, kau ingin  seperti apa?"
Telapak tangan kita bersembunyi dibalik jaket masing2...
Sedang menikmati persebaran aroma uap kopi diatas meja, hingga pertanyaan itu muncul.
Aku menatap. Heran
"Ini... pertama...kalinya..kan ?"
Kau tersenyum malu, karena kegelian nampak di wajahku-pastinya.
"Hmm... entahlah, bagaimana denganmu ?"
"Mungkin aku tak lagi disini.."
"Kemana?"
"Mungkin menikmati salju diluar sana"
"Aku akan ke negri domba kalau begitu", celetukku
"Itu terdengar bagus...bukankah disana sangat indah ?"
"Yep, sangat"
"kau bisa main ski terus-terusan kalau begitu"
aku meng-iya kan

Aku yakin, kali ini Tuhan mencoba menyampaikan sesuatu. Begitu ajaib yang kualami hari ini.
Aku mengelupas lapisan dibawah kulit ari milikmu. Tak sengaja melihat putih tulang malah (!)
Aku melihat lelehan dari sebongkah batu.
Sebuah pengakuan.
Dan rasanya, semua itu lebih dari cukup,
Untuk tema kepulangan akan sebuah rindu yang tertunda.


"Tapi...apakah kita akan... bertemu ?",tanyamu
Aku hanya mampu berikan sunggingan senyum.
Aku bersumpah ini refleks(!)
"Bisa kah ..."
"Kita lihat saja nanti..."

Jumat, 10 Juni 2016

Sayap - Sayap yang Terselamatkan

Hingar bingar ... mereka membisik dan menghardik dari berbagai sisi disetiap masanya
Entah muncul dari mana

"Kau...tak usah bermimpi, percuma"
"Apa gunanya melakukan ini itu ? Kamu takkan bisa mengubah kenyataan"
"Tidak usah tinggi-tinggi bermimpi, nanti jatuhnya sakit"
"Kamu, takkan pernah bisa"

Tak sedikit yang berusaha patahkan sayap yang tumbuh dipunggungmu, penjahat-penjahat keji itu mungkin saja mengikatnya, melukainya, mencabiknya.
 Jika sampai direlakan begitu saja, mungkin tidakkan pernah bisa apa-apa
bahkan hanya untuk belajar terbang seperti saat ini atau nanti

Kemudian, Tuhan memberikan hadiah atas usahamu,
Jiwa-jiwa baik pun muncul silih berganti
Mereka semakin banyak entah darimana datangnya
Mereka jiwa-jiwa yang tau apa fungsinya Tuhan ciptakan sayap untuk anak cucu adam

Mereka ada untuk saling percaya
Untuk selalu berprasangka baik pada NYA
Apatis tak pernah singgah dilisan dan hati
Bermimpi tinggi bukan hanya untuk menjadi manusia langit
Mempunyai mimpi bagi anak-anak bumi seperti bentuk syukur dengan Maha Pencipta
Dan mewujudkannya sebagai bentuk percaya pada kuasa besar Nya

Selasa, 10 Mei 2016

Tamparan mimpi

Terberanjak kaget.
Sesuatu memekak kan telinga
Seolah ada yang berteriak kencang di depan wajah

Memaki dan menampar
Tak tau ampun
"Hei ! Jangan sok pikun ! Kau tau aku ini siapa kan ??!! Kau sudah terjatuh begitu dalam dengan bisikan realita yang memuakkan ! Hah ! Buatku benci sampai hampir mampus !", ia membalikkan badan.

Aku tergagap...mempertanyakan siapa makhluk satu ini...
Belum sempat bertanya kembali, ia berbalik ...
Matanya basah.
"Jangan lupakan aku...Aku ini mimpimu !!!"
Suaranya terdengar begitu pedih,
Dan sepertinya aku juga merasakan hal yang sama dengannya.

Rabu, 30 Maret 2016

Berusahalah

Siapa yang bilang kesempatan cuma datang satu kali ?
Kesempatan baik selalu muncul disepanjang kehidupan, dengan sinarnya masing - masing.
Tentu saja takkan sama
Tapi satu yang pasti, tidak ada alasan buat kita untuk menyia-nyiakan satupun diantaranya.

Berusahalah lebih keras
Menebarkan pandangan dengan jeli,
Untuk menghargai setiap hal baik yang ditawarkan oleh Nya.
Yang terang benderang ataupun tak kasat mata

Rabu, 23 Maret 2016

Pembicaraan Pura-Pura

"Pura-pura sungguh tak enak", aku berceletuk tiba-tiba. Kakiku yang pegal kini berendam nyaman di air hangat dalam baskom bertabur garam yang ia siapkan.
"Tapi kamu tetap menjalaninya kan ?", ia duduk disebelahku-tenang.

Aku terdiam.
"Kalau diberi Tuhan kehidupan kedua, kamu bakal pilih yang seperti apa?",tanya nya memecah hening.
"Seperti ini lagi...",jawabku dengan bonus senyum getir.
"Tapi ...?",sambungnya seolah tau kalimat itu belum cukup layak untuk dijadikan sebuah ending.
"Aku akan memilih semua takdir yang lucu ini, segala getir dan kepura-puraannya.. tapi tidak dengan kebodohan-kebodohan yang kubuat"

"Yeah... tentu saja. Begitulah kamu", sahutnya santai, kemudian mengangkat kakiku keluar dari air baskom asin yang jadi dingin.

"Habis ini kamu pasti mau bilang..."

"Aku mungkin buta, tapi aku tidak cukup bodoh untuk mengulangi kebodohan-kebodohan nan bodoh", aku mencuri start.

Kita tertawa -entah tawa macam apa itu dinamai semesta..
Yang pasti, sukma kita berperang masing-masing akan sebuah trauma, bersama untuk saling menguatkan, mungkin sesekali saling menghina dan menertawakan.

"Apa sejak kita masih menjadi gelembung doa yang Tuhan turunkan perlahan ke bumi...kita telah memilih takdir itu sendiri dan menertawakan kepedihannya bersama  sebelum sampai di rahim ibunda?", tanyanya memecah gelak tawa.

Air mataku menetes tanpa izin si empunya.
"Mungkin saja...karena aku pun berpikir kita pernah memilih dan menertawakan hal semacam ini sebelumnya... jauh sebelum kita saling mengenal"




Kamis, 17 Maret 2016

Biarkan menjuntai

Hanya itu yang bisa ku lakukan...
Merangkai dengan hati-hati untaian anak tangga yang tak kasat mata lewat senandung sederhana untuk Tuhan.

Selayaknya menitah anak kecil yang ngotot ingin berjalan diatas kakinya sendiri yang masih begitu rapuh, namun begitu percaya diri,

Merangkai ...
Setiap harinya...Diantara waktu senja tenggelam dan memanggil bintang-bintang bermain keluar 

Semoga menjuntai panjang
Hingga tersampaikan, semoga dikembalikan melalui suara langkah kaki yang kian yakin menjejak, dan semakin mendekat....

Senin, 15 Februari 2016

Meranggas

Bagaimana bisa aku mencintai hujan dan kemarau sekaligus ?
Sedangkan epidermis baru saja sukses meranggaskan beku sisa musim basah yang lalu,
Tak berbekas.
Dan hangat seolah tak akan pernah terlepas


"Doaku, selalu sesederhana itu..."

Minggu, 14 Februari 2016

Cinta jakarta

Ia seringkali 'lupa' kalau harus memasang wajah dingin ditengah terik
Lengah, mungkin..
Kasih sayangnya bocor ditengah sabtu malam  melankolis.
Kecolongan hingga pagi minggu membisikkan investigasinya melalui celah gorden
Hangatnya agak dingin...namun aku tau
Ini romannya JAKARTA.

#selamat hari minggu~
Salam Dari jakarta yang sedang menebar cinta. (Tentu saja dia gak mengakuinya ;p )

Rabu, 27 Januari 2016

Kita

Kita bergerak beriringan
Aku melihat kaki telanjangmu
Begitupun dengan kamu dan mereka
Masing-masing kita pasang ancang-ancang
Melawan nyeri, panas, dan takut di telapak kaki yang menjalar ke ubun-ubun
Bersiap terbang dengan ataupun tanpa sayap
Memburu waktu memburu harap
Mempercayai tali temali yang dikira benang berwarna merah
Dengan ataupun tanpa adanya nyali
Kita siap terbang dan terima resiko mati

Senin, 25 Januari 2016

Puisi

Kau bilang aku lautan, hujan, angin, kemarau, awan, hutan, bahkan ilalang yang liar dan bergoyang jika tertiup hembusan
Kau susun aku sedimikan rupa menjadi bait-bait sastra penerjemah rasa...

Nyatanya, Kamulah puisi yang sebenarnya.

Minggu, 24 Januari 2016

Berbagi

" izinkan aku berbagi mimpiku
Janji yang kubuat untuk diriku sendiri
atau mungkin dapat kau terjemahkan
Sebagai harap dan doa yang ku aamiini sambil upayakan untuk nanti "


Rabu, 20 Januari 2016

MAAF

Tak perlu buru-buru minta maaf
Jika belum benar-benar ingin minta maaf
Dan tak perlu buru-buru memaafkan
Jika belum benar-benar sanggup memaafkan

Karena keduanya sakral
Butuh keberanian dalam pengakuan dan keihklasan total dalam melakukan
Kau tau apa itu ikhlas ?
Ilmu akan penerimaan secara totalitas yang tiada akhir.

Sungguh, Manusia tak seluas permaafan Tuhan...
jangan pernah membandingkan.
Ampuni kami-Mu wahai Tuhan,
Kami-Mu yang begitu kecil, egois, dan serba sempit ini.

Mahluk 'abadi'

"Kamu pernah melihat manusia yang mencintai kematiannya ?", Tanyanya tiba-tiba. Kaki-kaki telanjang kami masih menggantung, berayun bersenggolan dengan angin.

"Yang seperti apa ?", mataku menatap siluetnya yang membelakangi matahari yang menyelinap pamit.

"Manusia-manusia yang jatuh cinta dengan dalam, makhluk rapuh itu membuat dirinya jatuh sejatuh jatuhnya ... Tapi kau tau apa ?"

Untuk keseribu kalinya pupil kami saling bertemu. Mataku tak terpenjara ingin mencongkel segala Yang terlihat didalam tatapnya -entah kenapa selalu seperti itu

"... Mereka mampu merubah kematian itu menjadi keabadian yang baru..."

"... Apa rasanya ...seperti yang 'ada' saat ini ??"



NB : selamat bermalam jijay~
Love, Nona PSNK ❤

Senin, 18 Januari 2016

Hujan di awal kemarau

Kau tau hujan diawal kemarau
Enggan pergi meninggalkan daratan dan pepohonan yang basah karenanya
Tak bisa dilarang
Tak sepenuhnya kau tolak

Didalam lubuk hati
Kau menginginkannya tinggal
Meski kemarau telah datang
Menyebarkan persona semerbak dedaunan kering yang gugur menggoda petugas kebersihan


Selasa, 12 Januari 2016

Kau - dalam Analogi

Kau ibarat kemarau panjang yang berubah jadi rintikan hujan, lalu awan berserakan, kemudian langit yang biru, selanjutnya hutan belantara, lantas menjelma menjadi apa saja tanpa kuasa ku menahan ataupun memintanya.
Dan aku akan selalu jadi filsuf sekaligus penyair muda yang percaya diri menjelajahi belukarmu dan terus mencoba menerjemahkanmu dalam berjuta makna, didalam hingga diluar logika.

Yogyakarta, 12 Januari 2016