Jumat, 21 Desember 2018

Racau Temaram - Tentang Usia # SEPEREMPAT ABAD

Ya ! dua puluh lima sudah, alias seperempat abad saya menghidupi bumi sebagai 'manusia'- katanya. 
Bagaimana rasanya ? jawabnya.. (jujur)
"enggak gimana-gimana". 
Tapi, ada banyak hal yang kupikirkan sejak beberapa bulan, minggu, bahkan hari menjelang "seperempat abad lyfe". REFLEKSI. 
Benar, ini tahun ke dua saya 'milad' di 'luar' zona nyaman- di luar bayangan. 
Semakin ke timur, semakin jauh, semakin syahdu... begitulah sensasi 'refleksi' kali ini.

Ada beberapa hal yang ingin saya bagi, lepas dari berapapun usia kalian, entah apa pula yang sedang kalian lakukan di lain tempat di belahan bumi yang sebelah mana- dan apapun yang sedang kalian hadapi dan rasakan... 

25 bisa dibilang usia yang lucu, seakan menjadi 'pos pendakian' pertama di pendakian kehidupan cukup diistimewakan oleh cukup banyak kalangan. "Tahun Perak" katanya (begitu istilah yang dipakai bagi pasangan yang telah menikah mencapai 25 tahun). Usia yang tidak bisa dibilang 'pemuda saja', bukan remaja, dewasa baru masuk, namun belum cukup tua untuk dibilang 'bijaksana'.
'twenty something' yang awalnya dirasa cocok, tapi sepertinya juga tidak. Yah~ balik lagi ke persepsi masing-masing ya...
Yang pasti, nggak sedikit yang ndadak ketar-ketir di usia ini. Entah kenapa. 

Dari sekian banyak 'doa' dan ucapan ulang tahun, saya menemukan satu hal yang unik... ada yang bilang seperti ini. 
"Kehidupan menjadi lebih serius, (mulai) sekarang". Saya tertahan cukup lama di kalimat tersebut, seakan diberi sambutan 'selamat datang' dengan realita yang lebih kaku dan berat.
But, seriously... 
25 enggak se-seram itu ! ;)
it's depend on your self, actually. 

Saya pernah merasa aneh sendiri, hingga akhirnya nekad bertanya ke beberapa kawan soal apa yang mereka rasakan di usia seperti sekarang (kami sebaya). Entah kenapa saya merasa justru semakin menuju seperempat abad malah semakin bersemangat akan banyak hal. Tidak ambil pusing akan omongan manusia lain, drama musikal kehidupan, juga luka dan soal mewujudkan mimpi-mimpi yang sempat tertunda. 
Waktu itu saya tanya begini,"Aneh ndak sih, kalau diusia kita sekarang, kok makin kerasa fearless ya?"
dan rata-rata menjawab, " iya, aku juga". Mereka bilang "rasanya justru 'on fire' banget kan ?"
nah, mungkin itu juga alasan kenapa usia-usia segini dianggap 'usia paling produktif'.
Mungkin, kalian juga merasakan hal yang sama (?)

Diusia ini, 
Kita sudah cukup paham (minimal) SETENGAH dari diri kita - siapa diri kita, orang macam apa kita ini, bagaimana kita mampu berefleksi atas segala hal dan bisa bertahan sejauh ini, apa yang kita impikan, apa yang kita ikhlaskan, bagaimana caranya untuk tidak sekedar bertahan hidup tapi melakukan sesuatu untuk bergerak dan menggerakkan, serta satu lagi yang tidak boleh ketinggalan... melakukan hal-hal 'gila' yang sempat tertunda karena rasa takut di masa sebelumnya (termasuk melawan hal-hal formal yang selama ini dilakukan untuk menjaga perasaan makhluk lain), BEDANYAAAA, berbuat hal-hal tersebut dengan terima semua konsekuensinya. Mungkin juga asa yang dulu sama sekali tak mampu terbayangkan untuk mewujudkan karena begitu banyak 'takut' dan 'pertimbangan' demi orang lain.

Enak kan ?
Hah ! begitulah kira-kira rasanya. 
Dengan catatan --- kita sudah paham bahwa semua hal punya sebab akibat dan resiko harus diambil baik ataupun buruk. Ya.... BERANI tak hanya modal nekad. 
Karena diusia ini juga, rasionalitas lebih terbangun dan 'cor-corannya' sudah mengering. Tahu kan ?


Lalu, Bagaimana dengan tuntutan ?
Kalau tuntutan, memang akan selalu ada-berapapun usiamu- 
bedanya, kini kita sudah dipandang 'cukup dewasa' untuk memilih jalan kita sendiri (asalkan kita memang menunjukkan kepada para 'tetua' yang khawatiran bin posesif itu, bahwa kita memang punya mimpi dan berani untuk berjuang menjadikannya nyata.

Kalau diingat-ingat, terlalu banyak hal yang saya bantah hingga titik ini. Boro- boro bisa keliling nusantara, keluar pulau saja tidak boleh. Jelas saya 'mekso', wong saya atos og ! >_<
gimana ?
saya tulis surat buat orangtua saya- waktu itu saya masih SMA. Saya bilang "Aku mau diperlakukan sama dengan kedua kakakku, biarkan aku jadi anak panah terakhir yang melesat kencang, aku nggak ingin jadi pajangan hanya karena aku anak ragil di keluarga ini"
modyaarrrr raaa ! 

Benar kalau ada yang bilang;
"satu hal yang paling kubenci dalam perjuangan meraih mimpi adalah saat aku harus melawan orangtuaku"
 
don't you feel it ?

Well... beda lagi soal tuntutan 'NIKAH'. ini yang banyak bikin orang (kebanyakan perempuan) ketar ketir. TAPI YA ITU TADI SHAYY. 
Entah kenapa, diusia ini -asalkan kita tidak termakan sekitar ... justru akan lebih fokus dan membara mengejar hal-hal yang sebelumnya dianggap mustahil itu. Berapi-api yang dijelaskan diatas tadi, terjadi di masa ini. 
Tidak, aku sendiri tidak bisa bilang kalau 'jadi anti' dengan hubungan... bukan... ada hal lain yang rasanya 'memakan lebih banyak ruang' ketimbang harus terjebak dalam drama percintaan yang sungguh - melelahkan. 
Karena, tidak bisa dipungkiri... kita harus mensingkronisasi energi, sedangkan pada kenyataannya belum tentu hubungan yang sedang kita lalui itu dengan 'sumber energi' yang tepat. 
Sehingga tidak jarang, energi kita terserap banyak namun tak mampu menyerap, ataupun sebaliknya .. jangan-jangan kita yang terlalu banyak menyerap energi pasangan. 
Dan itu SANGAT MEMBUAT LEMAS LAHIR BATIN. 
"Karena sungguh,  menemukan Letter C itu tidak semudah bayangan"
**C + C = O [synchronized]
((LOL))

Akan ada masa dimana orangtua mulai ngungkit 'umur' dan 'kematian' untuk menekan kita agar mulai memikirkan pernikahan. Sooooo classic . Memusingkan atau tidak, itu juga PILIHAN. Percayalah, jika benar-benar tahu untuk apa kita hidup di bumi, akan muncul banyak hal yang sesungguhnya lebih urgen dan penting ketimbang 'kawin dan punya anak'.

Mungkin tiap orang akan berbeda dalam memaknai "25" ini. Tergantung bagaimana kita tumbuh selama ini, berpikir, terstimulan, dan berkembang di lingkungan macam apa. Itu juga yang mempengaruhi daya tahan personal terhadap tekanan atau tuntutan dari luar. 
Toh kita bukan lagi remaja yang bisa dimarah dan diatur terus-terusan, remaja pun bisa memberontak, bedanya sekarang lebih diplomatis dalam menyampaikan perbedaan pendapat dengan para tetua. 
Ya nggak ?
Biar sama-sama 'senang'. atau minimal ' diizinkan ' walau tak sesuai harapan awal.
Sehingga tidak menyesal dimasa depan. 
Pun jika diungkit-ungkit dengan 'ancaman usia'... kita tak pernah tahu- apakah benar mereka akan pergi lebih dahulu atau mungkin kita ?
Jika berpikir rasional sampai disitu saja, maka kita bisa menyanggah beberapa 'ancaman' tersebut dengan baik. (mudah-mudahan) ehhehehehe

Ahh.. random banget. 
dan disini sudah nyaris 23:00 WIT 
well, kapan waktu dilanjut lagi. 
ini bukan 'sok-sok mau ngajari' atau kasih motivasi...

cuma mau kasih cerita versi sini- bahwa ...
kehidupan sebenarnya itu memang Chaos. Berapapun usia kita. Itu kenapa saya ndak percaya dengan quarter life crisis . karena krisis kehidupan, bisa menyerang SIAPA SAJA KAPAN SAJA UMUR BERAPA SAJA. dan saya banyak buktinya. (ada di tulisan sebelum2nya)

met rehat !

love love,

SAYA. 


Minggu, 28 Oktober 2018

#RACAU DINI HARI - PUBER TAHAP DUA

Seperti mengulang masa remaja, tetiba mempertanyakan perubahan pada diri...
Setelah tanpa sadar membuat dinding-dinding tinggi, lantas berpikir bagaimana perasaan orang-orang dibalik pagar yang mungkin sadar atau juga tidak...

Bedanya, sudah paham pada setiap kemungkinan dan konsekuensi kedepan. Lebih "nothing to lose", buruknya... menyiksa diri dengan 'pura-pura tidak peduli', dan sulitnya beradaptasi dengan 'mati rasa'.
Lega sekaligus bersalah.
Semacam itulah.

Di satu titik setelah melewati hempasan menuju dewasa, kemudian menemukan diri, tujuan, asa, luka, bangkit, jatuh, berdiri, mati, hidup lagi, melangkah lagi dengan tidak tergesa-gesa... Kita kira itulah 'jalan' yang akhirnya kita temukan dan pilih...
Kita kira, dengan pengalaman segitu banyaknya, sudah tak akan ada lagi keraguan dalam melangkah, bersikap, bertutur, berpikir.
Ya, tadinya kukira pun seperti itu.

Ternyata, dentuman itu bisa pecah kapan saja, menyambar diwaktu yang tidak kita duga dan sadari.
Ibarat sudah bersandar di sebuah pulau, kita kira tugasnya tinggal membangun rumah dan bercocok tanam di pulau tersebut. Ternyata ada badai besar dan tsunami yang harus membuat kita mengevakuasi diri.
"Pulau itu tidak aman huni".

Yang perlu disadari...
Ternyata "hidup adalah perjalanan" bukanlah mitos, dan "ujian bisa datang kapan saja" .. Itu juga bukan omong kosong.
"Perubahan itu menyakitkan",itu juga fakta.

Luka menjadi sembuh,
Sehat lalu berurai darah,
Binar tumpah menjadi air mata...
Semua itu bagian dari proses....

Dan kita, ternyata tidak akan pernah menjadi sosok yang sama,
Kecuali kita tidak belajar apa-apa dari kehidupan. Tidak merefleksi dan menerjang apa-apa yang bisa diperbaiki, atau memilah mana yang boleh dipertahankan demi kebaikan diri yang tidak merugikan orang lain.

Tidak berpikir egois kalau perubahan pada diri kita, membuat orang-orang yang dulunya mengelilingi, perlahan pergi... Lantas menyalahkan mereka. Tidak juga.

Ada kalanya kita bisa berpikir sebaliknya.
"Bisa jadi, aku yang baru tidak cukuo baik untuknya".
Ya, lagi-lagi ini soal refleksi diri.

Ah, baru ingat.
Sudah hampir seperempat abad ternyata...
Mungkin memang sudah saatnya untuk "PUBER TAHAP DUA".
Bukan puber kedua seperti yang selama ini disebut-sebut dikalangan masyarakat kita, tapi... Ini masih tentang memahami diri sendiri, kemana jiwa muda ini akan merangkak kembali, menemukan dirinya yang baru lagi, atau mengumpulkan potongan-potongan jiwa yang lain untuk dipelajari dan di-stek sendiri.

Sekali lagi, itu semua butuh waktu,
Butuh rasa total, perlu topan dan badai kesekian kalinya, dan perlu kebangkitan entah keberapa kali...

Dan dimasa depan... Mungkin akan ada tahap ketiga, empat, lima, dan seterusnya.
Entahlah,  bersiap sajalah !

Pergi atau ditinggal pergi
Dipaksa pulang atau memulangkan diri
Pada akhirnya kita harus siap dengan semua kemungkinan,
Dan tentu saja... Sendirian.

Antara egois tapi tak bisa memungkiri, kadang kita perlu ego yang agak tinggi untuk bertahan hidup di jagad yang tak berhenti menghibur dan menggurui.


Semoga lelap menyembuhkan, menenangkan, melegakan.
Selamat istirahat.

Sleman, 28 Oktober 2018
01.46 wiy




Sabtu, 01 September 2018

#RACAU MALAM - GURITA SAYANG

"Jika dunia meyakitimu, pulanglah ke pelukan keluargamu.
Namun, jika tentakel kesayangan justru yang melukai, kemana lagi kaki ini harus berlari pulang ?
Kemana tubuh ini menjatuhkan pelukan ?"


Cukup banyak pertimbangan dan olah kata dikepala hingga memutuskan untuk menuliskan ini...
Diantara semua tema... kisah 'cinta' ini yang paling sulit. Aku mencoba melihat dari berbagai kisah dan sudut pandang... 
Semoga keegoisan persepsi ini tetap menenangkan kalian... jiwa-jiwa yang kehilangan rumahnya untuk 'pulang'.

Berat ya ? Pasti berat.
Ingin menangis ? Tentu saja kalian berhak menangis. Sangat manusiawi. 
Bagaimana mungkin membenci dan mencintai di waktu yang bersamaan ? 
MUNGKIN SAJA DAN MEMANG MEMUNGKINKAN untuk melakukannya bersamaan. 

Orang bilang "darah lebih kental daripada air". Tapi perlu diingat, darahlah yang menyimpan seluruh 'informasi' secara turun temurun, akan sebuah revolusi peradaban, akan kebahagiaan dan luka... ya .. luka. Lewat dara juga semua 'sakit' bisa terdeteksi, dan setiap 'virus' bisa menular dengan pasti. Seperti pedang bermata dua, saat darah itu baik maka akan baik pula fungsinya namun sebaliknya...ya kita semua tahu apa padanan katanya. 

Saat remaja dulu, saya pernah membaca di salah satu seri 'Chicken Soup' tentang "GURITA KESAYANGAN"- sebutan untuk "Keluarga".  Ada sebuah kalimat yang kurang lebih seperti ini. 

"Keluarga ibarat gurita kesayangan, terkadang kau benar-benar ingin lepas tapi tidak benar-benar lepas dari tentakelnya"

Seorang saudara juga pernah berkata seperti ini, "Ada beberapa takdir yang tidak bisa kita ubah, antara lain kelahiran, jodoh, dan kematian. Kita bisa memilih pada benang merah mana kita terikat, pada takdir mana kita terpaut, kita bisa memilih teman dan kerabat yang sesuai dengan kita, sayangnya tidak dengan keluarga, kita tak pernah bisa memilih pada keluarga mana dan macam apa kita di lahirkan"

Benar...
Kenyataannya memang seperti itu.
Kita terikat sebuah takdir yang tidak bisa kita ubah sehingga "Hate-Love Relationship" itu benar-benar seringkali kita alami. Dangkal ataupun dalam, baru-sebentar ataupun jangka panjang.

Tidak jarang saya merasakan patah hati tiap kali mendengar kalimat , "aku anak broken home, ayah ibuku bercerai".
Sayang... sungguh menuliskannya saja rasanya ingin menangis....
((siapapun yang mengalaminya di luar sana, kalian tidaklah sendirian. percayalah sayang..)
Dan...'broken home' tidak melulu akibat perceraian, bahkan banyak sekali manusia lain di muka bumi ini yang 'broken home' dalam keluarga yang utuh. 
Ya... begitulah kenyataannya. 


Pasti banyak, yang telah dan masih berjuang menghadapi hal terkait gurita kesayangan, mencoba mengatasi dan mengelola konflik dalam mangkuk takdirnya masing-masing. 
Berusaha.... berdoa... berusaha... berdoa... terus menerus. Tentu saja dengan air mata yang tak terbendung ataupun yang terisak dalam persembunyian. 

Terkadang kita berada di titik terendah dalam kepercayaan diri bahwa kita mampu mengahadapi semuanya, tak jarang kita membebani diri seakan kitalah yang bersalah dan satu-satunya solusi (tapi kenyataannya tidak sepenuhnya benar).
Ingin mempercayai orang lain namun malu akan aib darah sendiri... tapi tidak tau kemana lagi melampiaskan keluh kesah selain dihadapan NYA- sang sutradara yang memberi takdir. 

Percayalah, kalian tidak sendirian...dan yakinlah kalian kuat... pasti kuat, akan selalu kuat. Selama kalian menghadapi dengan seluruh daya dan serah pada Nya. 

Pernahkah berpikir seperti ini ?

"pada akhirnya cepat atau lambat, untuk waktu yang sebentar atau sampai akhir hayat, kita akan berjalan sendirian... dan kita pun tidak akan berbagi liang "

Ya, pada akhirnya... semakin sering kita diuji dengan kehadiran, suka-duka, dan kehilangan...kita akan paham bahwa  meninggalkan atau ditinggalkan, semuanya pasti akan terjadi. Dan sampai saat itu tiba, kita akan berlatih perlahan mengatasi tiap rasa sakit dan bahagia yang menghampiri, 
Bijaksana yang lahir dalam menghadapi setiap rasa itulah, yang kelak akan menguatkan, mengikhlaskan, dan membangkitkan jiwa dalam kondisi terburuk.

Pernahkah berpikir ?
jika apa yang kita rasakan sekarang, tidak akan mampu kita emban jika sebelumnya kita tidak pernah belajar untuk menghadapi setiap rasa yang berpapasan dengan kita ?
Dan untuk saya pribadi... 
pengalaman-pengalaman membahagiakan atau pun menyakitkan, benar-benar berfungsi sebagai pengingat bahwa 

"hai, diri... kamu pernah mengalami rasa sejenis ini tempo hari, dan akhirnya kamu melewatinya dengan baik kan ? iya kan ?"

Pasti ada hikmah. Entah untuk kita, ataupun untuk tentakel lainnya.
Mungkin kita memang tidak akan pernah tahu apa yang kan terjadi di depan nanti... namun...
siapapun kalian, dimanapun kalian...
Percayalah... yang perlu dilakukan adalah menguatkan langkah, mengatur deru napas, tenangkan pikiran, berhenti menerka-nerka, perbanyaklah berdoa untuk kuatkan jiwa, banyak berdialog dengan diri dan IA. 

Fokuslah ke dalam diri untuk melakukan dan menghandle apa-apa yang bisa diupayakan, dan "menyerahkan pada pemilik takdir" apa-apa yang tidak bisa kita upayakan lagi...

jika belum mampu menerjang...
BERTAHANLAH...


Ya... Bertahanlah...
wahai jiwa...Kuatlah... semua ini akan terlewat dengan baik...percayalah...


Dengan cinta, dan diterjang bingung harus bicara apalagi tentang 'gurita' yang satu ini..
Dalam upaya memaknai benci yang begitu ku cintai....
Berpeganglah erat dengan satu-satunya sahabat (dirimu)...peluklah ia dengan erat ( jiwamu )


"Jangan takut...jika tak ada lagi lengan dan rumah untuk pulang... Tuhanlah tempat peraduan yang paling bisa kau andalkan...hingga IA yang memutuskan mu untuk 'pulang' ...dengan inginNYA"




Yogyakarta, 01 September 2018
Hangat berdua dengan sahabatku-jiwaku. 





Kamis, 16 Agustus 2018

#RACAU SORE - BEBERAPA HAL

Di usia yang nyaris seperempat abad ini...

Saya belajar untuk lebih rileks dalam menghadapi banyak situasi, tidak memaksakan diri untuk 'selalu memuaskan banyak orang'. Tidak mau terlalu menonjol dalam sebuah forum (sudah lewat toh masa-masa keras pembuktian itu),
Dan berhenti istirahat kalau memang lelah, tidur kalau memang capek dan ngantuk, sesekali makan junkfood kalau memang lagi ingin, dan...belajar untuk membahagiakan diri dengan momen 'me time' yang berkualitas, berkomunikasi dengan orang-orang yang saya ingini saja (yang tidak bikin pusing), tidak perlu buang tenaga untuk mengklarifikasi sebuah isu. Sulit sekali untuk yang satu ini, tapi terkadang memaksa diri untuk lebih cuek sedikit... bisa membuat diri lebih bahagia.

Meskipun akhirnya dihindari, walau terkadang jadi diremehkan.. tapi benar deh, menjalani "slow life dan self-care" jauh lebih mendamaikan hidup...
Jadi lebih banyak ruang untuk memaafkan diri dan orang lain, lebih menikmati waktu, lebih mensyukuri nikmat hidup.

Dan disitu juga rantai seleksi alam yang dikira terputus ... ternyata masih berjalan, bukan ?
Yang ditakdirkan untuk tinggal, maka mereka akan tetap tinggal... dan yang ditakdirkan untuk pergi, maka akan pergi...cepat atau lambat, karena kita membuat kesalahan atau tidak....


Salam sehat jiwa, pikir, dan rasa.
-saya yang deg deg an menuju 25 tahun, wkwkwk gak deng !

Rabu, 15 Agustus 2018

#RACAU SORE - MENGKOMPARASI TAKDIR

Benar...
Menghidupi kehidupan dengan label 'dewasa' sungguh selucu ini.

Ibarat angin tak bisa adu kecepatan dengan rindangnya pohon, dan kuat debit aliran sungai sungguh tak imbang jika diadu dengan pergerakan gumpalan awan di langit sana.

Ya... Begitulah kenyataannya, bisa saja kamu saat ini sedang bersusah payah memenuhi kebutuhanmu karena kamulah tulang punggung keluarga, boro-boro memikirkan pernikahan, memikirkan esok keluargamu masih bisa makan saja sudah lega.

Disisi lain, ada manusia-manusia yang terlahir dengan sendok perak di mulutnya.
Hidup nyaman, tidak ada tuntutan, masa depan terjamin dengan simpanan dan warisan generasi diatasnya.

Bisa jadi, kamu sekarang sedang bingung, kemana lagi kaki harus melangkah dengan skill yang sedang kau asah dan ilmu yang lagi kau perdalam kesana kemari, sedang disatu sisi, keluarga terus meremehkan apa yang kamu usahakan, hingga takut mengutarakan mimpi di dalam pikiran.

Atau, kau yang merenung disana... Dengan setumpuk kerjaan dan waktu luang diakhir pekan, sudah punya tabungan... Masih melamunkan tentang kehidupan macam apa yang sesungguhnya kau inginkan (?). Mau keluar dari zona nyaman tapi takut dihadang kenyataan dan hambatan, tapi rasa mengganjal tak kunjung menghilang...

Bisa juga kamu benar-benar gigih bekerja, karena itu satu-satunya cara untuk terlepas dari tuntutan keluarga yang tak ada habisnya jika melihat kau "santai saja".

Hingga tak jarang kita mengeluh dan membatin, "enak ya dia"...tidak sedikit keluhan yang keluar dan menjelma galian dalam menantimu tersandung dan jatuh tenggelam.

Benar...aku ingin bilang hal ini sangat wajar dan 'khas manusia'.
Kita tidak akan pernah puas jika terus membandingkan, selamanya manusia akan memiliki benih keserakahan, namun sejauh apa kita membuatnya berkembang maka tidak akan ada matinya. Tapi kita selalu punya pilihan, bukan ? Untuk membiarkannya tumbuh liar dan menjadi benalu, atau melepaskannya dan mulai fokus menyirami hal baik lainnya.

Semua hal kecil yang disebutkan diatas dan masih banyak contoh besar dalam semesta ini, sungguh merupakan medan pendewasaan bagi semua makhluk yang tahu diri, mengerti apa yang harus ditambah, dikurang, dan dipangkas dari pribadi untuk menciptakan ruang kelegaan dalam syukur yang besar.

Selamat bernegosiasi dan damai dengan jiwa dan takdir...
Semangat berjuang, untuk kalian yang memang ditakdirkan untuk berjuang lebih keras. Pasti kuat, yakinlah mampu.



Rabu, 08 Agustus 2018

#RACAUMALAM- PERTANYAAN YANG TIBA-TIBA MUNCUL BEGITU SAJA

Entahlah, sudah lama rasanya menyimpan, merangkai, dan tiba-tiba ingin menulis namun menghilang dalam sekejap hanya karena rasa lapar, malas, ataupun kesibukan yang tak dinyana.
ah ! Entah kenapa kali ini begitu kacau, feels like a shitty girl since this evening. Hingga akhirnya mengambil istirahat disela-sela lembur untuk deadline besok pagi.

kalau kamu termasuk orang-orang yang paham dengan dirimu.. pasti pernah bilang gini ,"sudah.. sudah.. sepertinya ini sudah tidak menyehatkan untuk diriku" (pernah nggak sih ?) termasuk saat kamu memasuki beberapa ranah yang energinya ternyata begitu menguras dan tidak baik buatmu (include those toxic people ;p)
Yah, kira-kira saya merasakan energi yang 'bobrok' akhir-akhir ini... dan sedang menganalisa "hal apa yang memicu" sehingga bisa segera sembuh. Karena gak baik juga berbagi energi negatif dengan semesta... eveeeennn~ mereka bisa netralize gitu, dan justru me re-charge energi baik ke kita :')
*duh baiknya~

well.
Saya buka-buka SOSMED dan tiba-tiba muncul pertanyaan setelah membaca sebuah caption.
Saya sendiri tidak tahu yaaaa, apakah ini dipercaya oleh semua manusia atau mayoritas manusia di muka bumi. Begini.
Saya sungguh penasaran, apakah menjadikan sosok laki-laki sebagai 'tokoh pelindung, pengayom, pemimpin, penentram hati' benar-benar dipercaya sebagai kodrat, ataukah itu semua hanyalah doktrin yang dibentuk oleh ribuan generasi diatas kita ? Ya... benar... apakah itu termasuk hasil dari buah patriaki yang mengakar dan berbunga lalu berbuah kemana-mana itu ?

Karena, tidak sedikit ku melihat kenyataan, bahwa laki-lakipun menjadi korban dari standar itu semua. Tentu saja itu tugas yang berat lho bagi laki-laki (ya gak sih ?)
Tapi kenapa 'mereka' harus punya standar melindungi, mengayomi, memimpin, dan menentramkan ?
Lantas jika mereka ingin dilindungi ... siapa yang akan melindungi mereka ?
Tidakkah kita semua perlu sebuah lindungan -itu kenapa kita meminta pada Yang Kuasa untuk sebuah perlindungan dari segala marabahaya ataupun hal-hal yang tidak kita harapkan ???

tidakkah itu mengusik logika ?
entah kenapa rasanya makin iba dengan kaum adam.
apakah ini terasa adil ?

Sebagai contoh, mirip dengan yang pernah kutulis beberapa waktu lalu tentang patriaki.
laki-laki dituntut untuk selalu kuat, tidak boleh menangis, tidak boleh lemah.
Bukankah menjadi kuat itu menjelma pilihan ?
dan bukankah tidak ada yang ingin tidak bahagia, dan tidak ada yang tidak ingin selalu kuat ?
bahkan tidak ada yang mengharapkan kegagalan. Tapi kenapa lelaki tidak boleh gagal ?
kenapa laki-laki harus mengalami tekanan sebanyak itu ?


Itu sebabnya, saya merasa ada keganjilan yang menciptakan tanya.
Tidak bisakah kita, sosok perempuan yang terkenal tangguh dan serba bisa meski hidup sendiri seumur jantung berdetak - kini hadir sebagai sosok yang 'melengkapi' bukan sebagai penyandar. Tapi untuk menjadi tempat sandaran ? pelukan hangat tempat tangisnya berpulang ? pundak tegar yang mampu menopang kepala yang berpeluh ? badut romantis yang menghangatkan suasana ?

Maka, tak ada lagi lelaki yang terobsesi untuk menjadi Alpha hingga menyakiti mentalnya.
pun tak ada wanita alpha yang merendahkan diri untuk tidak nampak tangguh.

tidakkah itu lebih terdengar manis, adil, lembut, lagi membanggakan ???
:''')))))))


entah kenapa, perasaanku kini membaik setelah menuliskan ini semua.
ahahahaha.
baiklah. selamat beristirahat dan membuat hal baru nan baik di esok hari, segeralah sembuh untukku dan kalian semua yang mungkin merasa sendirian saat ini.
percayalah, setiap pundak akan mampu menopang apa yang dipikulnya masing-masing.
Tuhan kan desainer terbaik !

Aku kembali bekerja~

Yogyakarta, 08082018
masih dingin, sendirian di kantor, alamat pulang larut atau pagi :'D


Selasa, 24 Juli 2018

#RACAU MALAM - KEMARAU JUNI

Dulu ku kira kegagalan adalah akhir dari sebuah asa, kesialan yang tak berhujung sakitnya- tak jarang berpikir bahwa kesialan bagian dari kutukan- sungguh naif dan cetek sekali...
Tahun demi tahun berlalu, kita memupuk satu demi satu asa, merawat dengan baik, membuatnya tumbuh dan seringnya berakhir dengan tumbang. Ya, tumbang sebelum sempat berbuah...beberapa sempat bermekaran dan dihiasi serangga-serangga yang haus akan wewangian nektar- sebelum tumbang oleh takdir-Nya.

Lucu ya...

Dari rasa sakit itu kita belajar banyak hal, beberapa jiwa melemah... namun tak jarang yang justru semakin kuat. Jika diingat berapa banyak jumlah kegagalan ketimbang asa yang jadi kenyataan ? mungkin hanya 10% -30% yang tercapai. "Dan nyatanya aku masih hidup", itu yang terus kuteriakkan ketika dunia terasa runtuh bersama anak-anak tangga yang sudah disusun dengan susah payah. Semoga kalian juga...
Seseorang bilang padaku "menjadi kuat itu pilihan", dan itu benar.

Entah karena usia, atau sudah berkali-kali mengalami kegagalan yang beragam... tidak tahu kenapa kegagalan yang terjadi di hari ini, ataupun esok... rasanya sudah biasa saja. Selalu ada cadangan ataupun 'rencana dadakan' untuk segera 'move on' dan tidak berlama-lama dalam mental korban...
Lalu, aku pun bertanya, "apa karena  kita sudah paham arti takdir sesungguhnya ?"
"apakah karena kita paham tentang seberapa besar menaruh ekspektasi disana ?"
"ataukah mungkin, kita sudah siap sedia dan belajar tentang arti ikhlas sesungguhnya ?"

Apapun itu,
Ketika kamu merasa keberuntungan tidak pernah singgah dihidupmu... katakanlah pada dirimu
"apapun yang terjadi, aku akan tetap hidup dan melakukan yang terbaik"
Sungguh, tidak ada yang bisa disebut dengan 'kegagalan' selama kita tidak menyerah dengan apapun yang terjadi di hidup ini...

Dan, akupun seringkali diingatkan... bahwa "tidak ada kata terlambat" dalam sebuah pencapaian.
Sekecil apapun, progres tetaplah sebuah progres.
Usia, fisik, finansial, dan apapun yang masih terasa 'kurang' di hari ini, merupakan standar yang kita dan lingkungan ciptakan sendiri.
Karena itulah, tidak ada kata terlambat untuk setiap usaha dan perbaikan diri.

Ketika kamu sedih dan merasa sendiri, percayalah... kita semua merasakan sakit yang sama,
hanya berbeda jenis dan massa nya. Ingatlah...setiap pundak, tubuh, hati, pikiran, dan kaki ini... telah didesain dengan segala kesempurnaan-Nya untuk mampu memikul bebannya masing-masing.
:)
Tetaplah kuat
Jika lelah berlari, berjalan lah dengan langkah kecil.


Selamat beristirahat,
jangan lupa berterimakasih dengan dirimu untuk menopang asamu hari ini.


Yogyakarta, 24 Juli 2018
20:53 




Selasa, 26 Juni 2018

RACAU PAGI #LEVEL

Pasti sering denger nasihat yang intinya seperti ini, kan ?
"Kalau nggak ada cobaan, kamu gak akan pernah naik level"

Dan hampir semua dari kita pasti pernah benar-benar merasakan ujian kenaikan level. Ada yang melewatinya dengan lempeng, ada juga yang sampe jatuh banget baru ngerasa kuat kemudian, sadar betul bahwa dia sedang dan baru saja melewati sebuah fase kenaikan level.

Ya... Seperti itulah.
Beberapa orang diciptakan dengan kepekaan dan pendalaman terhadap sebuah rasa dan pengalaman. "Interpersonal"
Membuat manusia tersebut paham betul apa yang sedang dialaminya, apa kekuatan dan kelemahan yang dia punya, dan usaha apa yang akhirnya dia pilih, sikap apa yang dia siapkan untuk keberhasilan ataupun kegagalan.
Saya salah satunya.

Saya pernah menulis jauhhhhh hari.. Mungkin saat saya berada diawal-awal perkuliahan ...
Disitu aku bilang," aku sudah pernah mati yang benar-benar mati, kemudian aku lahir kembali menjadi sosok yang baru".

Dan ternyata setepah tulisan itu pun.. Aku kembali mati beberapa kali, dan hidup kembali.
Ya... Ada rasanya saat diuji akan suatu hal yang benar-benar berat... Rasanya seperti sekarat, tidak ada yang bisa kau perbuat selain berharap pada Tuhan..

Dan kemarin, baru saja aku merasakan sekarat itu kembali. Benar-benar kayak zombi. Jalan, gerak, bawa motor, tapi kosong. Menangis sejadi-jadinya dalam doa.
Seseorang pernah bilang,
"Tuhan sesuai prasangka hamba-Nya".
"Setiap pundak sudah didesain untuk (pasti bisa) memikul bebannya masing-masing"
Hingga...
"Tangan Tuhan baru bekerja, setelah hambanya berserah dan tidak ada lagi yang bisa hamba tersebut perbuat".

Dan semua kalimat itu, aku sudah membuktikannya.
Ya, dan setiap kali mengalami hal yang begitu berat, aku terus mengulanginya.
Jujur saja, kalau kita sudah tidak bisa apa-apa.. Dan memang tinggal IA yg maha segalanya dengan logis ataupun keajaiban, pasti bisa membenahi, meringankan, menyembuhkan.

Yang ingin kusampaikan adalah...
Kau mungkin bisa saja sekarat dan mati berkali-kali dari dalam..
Tapi jangan biarkan dirimu terjebak dalam kematian..
Karena semua yang terjadi di kehidupan ini, semua sudah didesain sedemikian rupa, berikut dengan opsi dari hasil usaha yang bisa kita lakukan.

Pilihlah cara yang paling kau bisa,
Jangan biarkan kematian melalapmu begitu saja.
Kau kuat, lebih kuat dari yang kau pikirkan.
Percayalah. Ia

Selasa, 12 Juni 2018

RACAU TENGAH MALAM #2

Saya butuh rebahan, agak bengong, dan beberapa kali hela napas panjang saat memikirkan apa yang ingin saya tuliskan di edisi meracau kedua ini.

Belum 12 jam sejak saya sampai di rumah, rasanya mau nulis aja nggak sanggup, tangan sudah kering, dan rasanya ujung-ujung jari mulai keriput. Yaaa... Beres-beres bawaan lalu tidur hampir 3 jam karena kemarin malam minap di bandara, yaaa tentu saja tidak bisa tidur lelap. Sebangun dari mati suri itu, langsung mandi dan terjun jadi valounteer tahunan di dapur gubug kami, lanjut terus sampai malam cuci piring bekas makan yang ... MasyaAllah - tak sanggup kubayangkan ulang. Sambil bersenandung "ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja", dilanjut lagu hidayah "astaghfirullah" nya Opick (Padahal pas awal masak lagunya masih Banda Neira), wkwkkwkw.

Disini lah sensasinya. Ketika agen feminis romantis  yang adil dan beradab mengabdikan diri pada kehidupan patriaki yang membesarkannya hingga jadi se- reliable ini. (Mampus kau dikoyak sejarah !)
dan di momen seperti ini banyak sekali hal menggelitik di pikiran saya. Salah satunya," kok bisa ya...perempuan diluar sana sibuk minta di kawinin, sedang saya seumur hampir seperempat abad masih sibuk mikirin gimana caranya biar bisa bagi tugas di dalam rumah, mikir bagaimana bisa abis ini kerjaan kantor yang dititip selama saya mudik bisa tercapai sesuai target, bahkan banyak sekali yang bisa saya pikirkan sampai sakit kepala ini. Tapi tidak dengan pernikahan.

Balik lagi, mungkin itu ya... Yang diteriak-teriakkan orang tentang "perbedaan". Tentu saja latar belakang, ilmu, lingkungan tempat tumbuh berkembang dan pengalaman hidup menjadi alasan kenapa mereka ngebet dikawinin, sedang saya makin tua makin ogah-ogahan.

Bicara soal patriaki...
Saya sering membahas ini dengan beberapa kawan yang juga feminis. Dia bilang kalau bawaannya makin sinis dan sarkas jika membahas soal patriaki. Alhasil, gak jarang laki-laki jadi objek yang dipojokkan.

Lucunya, tidak dengan saya. Semakin mendalami tentang patriaki dan mengamati beberapa gerakan feminis di lapangan yang berbeda-beda alirannya justru membuat saya tidak ingin berkonfrontasi dengan kaum laki-laki. Kenapa ?

Sebagai resume yang bersifat sangat dini dan masih mentah akan rujukan, membenci sikap kaum laki-laki bukanlah solusi. Seperti menepuk air di dulang, kena muka sendiri, sia-sia, rugi yang ada.

Saya semakin yakin, bahwa bukan saatnya membenci antara gender, berkonfrontasi, dan hanya mblunder soal "siapa yang paling banyak berperan". 
Satu hal yang kusadari, sebuah hal yang sangat tragis... Adalah KITA SAMA-SAMA KORBAN PATRIAKI. 

laki-laki yang tercipta hari ini, sama apesnya dengan kita para perempuan. Kalau kita pusing lantaran ketidak seimbangan pembagian tugas di rumah, gaji di kantor, dan sebagainya...
Mereka jauh lebih tertekan daripada itu semua... Bagaimana tidak ?

Sejak lahir, laki-laki dinegara ini khususnya sudah di bentuk dan diajarkan untuk selalu kuat, tidak boleh menangis apalagi cengeng seperti stereotype terhadap perempuan, sampai remaja tidak pernah dilatih untuk bekerja menyentuh dapur, cuci piring dab bereskan kasur sendiri pun tidak, alhasil ? Diusia yang cukup matang, tidak bisa segera mandiri, ketergantungan yang lahir kepada kaum perempuan (baik terhadap ibu ataupun pacar, atau istri) menjadi bibit penerus sistem memuakkan ini. 

Belum lagi tuntutan agar selalu kuat, agar selalu jadi pemimpin, untuk peka dan menjadi pelindung, untuk mengasihi, untuk menafkahi, dan lain-lain... Menurutmu itu nggak berat apa ??? Ceennn~

Alhasil, gadis-gadis polos diluar sana (yang juga korban patriaki dan mengira semua ini hal alami dan kodrat dari ilahi) berpikir bahwa ,"aku ingin bisa masak, rajin, dan lemah lembut agar menjadi sosok ideal yang LAYAK DINIKAHI". 
berbondong update di sosial media 
"Aku udah bisa masak nih, mas. Yakin kamu gak mau sama aku ?"

What ???
Maaf kalau hanya saya yang merasa sedih sendirian. 

Pertemuan dua korban ini, sudah pasti akan melanjutkan estafet peradaban yang tak ada perubahan. "Generasi penerus patriaki". Dan akan melahirkan generasi serupa kemudian...wallohualam.. 

Saya jadi ingat, suatu hari saya ngobrol dengan anak sosial dari sanatadharma. kami angkat tema feminis dan patriaki waktu itu. Dia (laki-laki) bilang, "masalahe, sistem ini sudah berangsur selama lebih dari 1500 tahun mbak, jelas gak bakal diterima dengan mudah kalau kita melakukan hal-hal yang bertolak belakang atau minimal gak melakukan ritual seperti yang normatif ajarkan, ditambah lagi kita lahir dan tumbuh dengan banyak layer; adat istiadat, agama, kebiasaan keluarga, dan lain-lain yang tentu saja kita gak bisa sembarang menjadi 'berbeda' (kalau gak mau kena hukum sosial)". 

Benar juga, sungguh dilematis. Terlebih mengingat bahwa tidak semua yang kita lakukan sebagai kebiasaan itu suatu yang benar. Apalagi jika menyangkut adat istiadat... Ditambah kita masih tipikal keluarga yang 'dipantau' orangtua yang konservatif, dimana menikah bukan menjadi pintu kebebasan untuk mengelola keluarga kecil secara mandiri, namun tetap dalam intervensi. 
JELAS INI : PE-ER !

Balik ke gadis-gadis baik dan lugu tadi... Tidak jarang saya melihat beberapa gadis yang saya kenal memilih untuk "mengemis" dikawini, baik yang jomlo ataupun yang sudah punya pacar. Kode-kode 'dihalalkan' yang membuat saya miris kemudian... Karena setelah (akhirnya) dikawini, mereka mulai galau di media sosial tentang kehidupan rumah tangga yang berat, membandingkan tugas dirinya dan suami yang seakan tidak seimbang saat mengasuh bayi, anak yang rewel, galau mau kembali gadis, dan banyak hal yang membuat saya sedih. "Kok yo kamu nggak bertanggung jawab dengan pilihanmu ?"

Belum lagi ada yang bilang, "aku tuh nggak bisa masak dan beres-beres, nanti gimana lah ngurus suami aku ", Hhhhhhh... Sampe gak kuat berkata-kata. 
Itu lah ya, kenapa laki-laki juga harusnya sadar untuk melawan patriaki, karena mereka sendiri yang rugi karena tidak bisa (padahal bisa) untuk mandiri.

Jadi, saya sendiri kesal dengar laki-laki yang bilang, kalo nikah untuk diurusi, (baca:: dimasakin, dicucikan baju, dibereskan lemari, dibikinkan kopi, diurusin rumah dan anaknya sama istri) 

BHAY ! 
KOWE NGGOLEK ISTRI OPO PEMBANTU LE? 

akan mustahil ya, mungkin ada tapi akan sangat jarang mendengar ," kalo sudah nikah, pengen belajar masak bareng istri, gantian bikin sarapan, nata rumah bareng, ngerawat anak bersama, dsb" 

Kayak mimpi ya ? Hahaha. Begitulah. 
Padahal kalau kita bicara soal patriaki, pasti merembet luas sampai ke pernikahan. Saya pernah menulis tentang pernikahan di TUMBLR saya. Tulisan singkat itu lahir atas keprihatinan saya dalam memandang sebuah pernikahan. Dimana rasanya menjadi orang yang aneh ketika mengharapkan pernikahan yang sakral, lebih dari sekedar penghalalan nafsu birahi, dan soal gengsi dalam kehidupan sosial dibelakangnya. 

Menikah... (hiiy saya merinding ngucapnya) bagi saya sangat-sangat sakral, nggak bisa sembarang pengen langsung trabas. Nggak bisa cuma modal nafsu dan punya uang, kerjaan, rumah, segala  embel-embelnya. 
Nggak cukup. Karena ini sebuah keputusan jangka panjang dengan banyak resiko dan cobaan tiada akhir. Untuk jatuh dan bangkit berkali-kali, untuk jatuh cinta setiap hari, untuk kecewa dan kebahagiaan yang timbul tenggelam, belum lagi hadapi kerasnya unsur eksternal yang datang tak tahu kapan dan bagaimana, tentu saja bukan hal yang bisa ditentukan dengan mudah. 

Ditambah lagi, untuk orang- orang yang memang tidak tertarik untuk menjadi agen  penerus patriaki, tentu saja menikah dengan konsep persahabatan, dimana melayani, menguatkan, dan merawat milik bersama adalah tugas satu sama lain,  menjadi hal yang lebih menantang karena sulit sekali menerapkan hal tersebut dalam kenyataan. Karena tidak semua orang siap untuk mengemban tugas yang tidak pernah diajarkan oleh generasi sebelumnya tentang "tugas lintas gender". 

Hah.. Saya harus check jemuran diluar, dan mulai bantu ibu saya remas-remas daun suji, dan nggak lama lagi nyiapin buka puasa. Berat ? Iya, tapi sudah jadi kebiasaan dari kecil. Ketika pulang, artinya kembali menjadi bagian dari patriaki. Meski pelan-pelan ngobrol sama mamah  untuk bagi tugas ke kakak laki-laki dirumah. Agar cepat selesai. 

Intinya... 
Patriaki itu udah ketinggalan jaman bener, merugikan kita semua, mau kamu laki ataupun perempuan, kita sama-sama dirugikan.

Dan kita selalu bisa memilih. 
Apakah ingin seperti ini terus, atau menjadi bagian dari manusia-manusia yang merubah peradaban, mulai dari keluarga kecil kita, mulai dari pola pikir yang kita yakini, dan dari sikap-sikap dalam menghadapi apapun setiap harinya. 

"Revolusi sejak dalam pikiran" lah istilahnya. Semoga, generasi setelah kita nantinya, tidak lagi mengenal "bangga berjiwa babu bagi perempuan", dan "bangga menjadi alpha yang nggak bisa apa-apa dan cuma nyusahin perempuan  bagi laki-laki"

Semoga ! 
Selamat beraktifitas kembali .
Salam nalar. 
:)

Bandarlampung, Selasa 12 juni 2018







RACAU PAGI #3

Sebagai anak bungsu yang kuliah ketika ayah pensiun, dikasih uang bulanan yg harus cukup buat semuanya (listrik kost, air minum, makan selama sebulan, barang bulanan pokok, termasuk hal2 yg tak terduga), kuliah dengan desakan "harus cepat lulus", plus "kalo bisa cumlaude ya, karena anak mamah blm ada yg cumlaude", tentu saja saya harus serba hemat dan mampu menata.

Lulus S1 dan lanjut profesi dengan desakan segera lulus (lagi) karena mamah sudah mau pensiun dari guru negeri.

Punya mimpi yang silih berganti tapi passion tetap sama, hingga terlempar sana sini dalam masa pencarian diri dan menetapkan hati, gagal berkali-kali dalam pencapaian ambisi untuk menjadi normatif.

Dan akhirnya menemukan muara yang begitu melegakan batin dan pikiran, sebuah tempat yang menghubungkan setiap kegalauan dan pertanyaan selama ini... meski bukan akhir capaian, namun dititik inilah kesimpulan demi kesimpulan kudapatkan...belajar kembali banyak hal. Membukakan lebih banyak pintu dan pandangan...

Kesalahan dan kekalahan yang mengoreksi perlahan, mengajarkan banyak arti penerimaan...
Bahwa...memang benar tidak semua hal bisa dibeli dengan angka, sangat benar jika ada pepatah bilang kebahagiaan itu datangnya dari diri yang merasa cukup, dan tentang mimpi-mimpi polos yang mengejarmu dan menamparmu saat kau mulai lupa diri akan tugas yang IA tetapkan untukmu.

Dan... aku percaya, bahwa segala sesuatu yang bisa diganti, dibeli kembali, ditukar yang baru, dan hal-hal lain yang masih dapat diwujudkan dalam bentuk rupa...tidak lebih penting dari orang-orang baik disekitar kita dan tidak lebih menyakitkan dari kehilangan hasrat pribadi. Satu dua kesalahan, patut dimaafkan, karena kehilangan jiwa-jiwa tulus jauh lebih menyakitkan dari kehilangan harta benda, sungguh...

Selasa, 05 Juni 2018

RACAU TENGAH MALAM #1

Sedikit  klise, 
namun pada akhirnya kutuliskan juga.

Ada beberapa hal...
Oh tidak, ada BANYAK HAL...dimana saat kita 'mendewasa' dalam artian sesungguhnya, kita akan banyak belajar dan merefleksikan yang sudah kita lakukan, untuk sebuah perbaikan. (Meski tak semua orang melakukannya, tapi percayalah... bagi kalian yang berani mengakui kesalahan pada diri sendiri, dan menjadikannya refleksi untuk lebih baik kedepannya, kalian boleh bersyukur).
Karena hidup dan menghidupi kehidupan, mengenal dan memahami diri sendiri, sungguh hanya terpisah seutas tipis dalam pemaknaan namun berdampak besar pada kehidupan.

Manusia seringkali bersikap lucu, memang. Ia menciptakan manusia dengan chaos yang kadang buat kita sendiri terheran-heran dengan sikap dan pikir kita. Kadang kita seringkali merasa paling 'selesai', meskipun tidak akan pernah ada yang benar-benar 'selesai' sepanjang jantung ini masih ada degupan. Kita merasa sangat lebur, meski tersisa setitik lebih pekat, merasa berhak mengkasihani yang lain meski semua itu, tak lain hanya menerjemahkan kesombongan demi kesombongan pada semesta, bahwa diri... merasa lebih tinggi dari sosok yang lain...

Rasa kecewa, amarah, bahagia, cemburu, benci, iri, obsesi... dan masih banyak lagi, seringkali mengganggu pikir kita- sadar ataupun tidak. Membandingkan menjadi kejahatan kecil yang adiktif bagi jiwa kita, menciptakan serpihan-serpihan rasa yang jauh dari kata 'nyaman dan aman'. Jauh dari kata bersyukur dan menerima- diakui atau tidak.

Tapi cobalah, sesekali saat dalam perjalanan yang memberikanmu kelonggaran untuk mengintim dengan semesta, kita memutar semua itu dengan sudut pandang lainnya, dengan alur apa saja, tak lain untuk belajar memahami sebuah pola abstrak yang mungkin tak dapat langsung kita maknai dengan cantiknya.
"kita pernah merasakan nikmat seperti yang dia rasakan...", meski dalam wujud yang lain.
"mungkin Tuhan memang tidak merestui jalan tersebut, dan aku yang sudah berjuang ini harus belajar tentang penerimaan sebuah takdir"
"bisa jadi, sosok-sosok yang kita bandingkan dengan diri menginginkan apa yang kita jalani saat ini"
"apa kita akan benar-benar bahagia jika bertukar posisi dengannya ?"
"apa mungkin tak ada celah untuk bersyukur dengan apa yang saat ini kita punya ?"
"jika saat ini aku belum baik, bukannya tak ada kata terlambat untuk memperbaiki ?"

Pada akhirnya,
hanya masing-masing kita yang bisa mengupayakan sebuah KELEGAAN, keikhlasan, penerimaan, sekaligus SYUKUR. Mendewasa itu seperti pilihan, kita bisa terus bernapas, hidup, makan, beraktivitas, dan mengulangnya begitu terus sepanjang usia... atau berusaha meranang sebuah takdir dengan cara yang lebih baik-untuk jadi yang lebih baik, tanpa harus lupa bahwa takdir NYA jauh lebih kuasa dan jelas arahnya.

Sebuah kekuatan yang menguatkan namun bukan untuk adu kekuatan dengan Maha Pemberi Kekuatan. Apakah kalian juga pernah berpikir demikian ?

Karena, bagiku pribadi...
perasaan-perasaan yang muncul yang mungkin disebutkan di atas, bisa jadi sebuah jalan pembuka untuk kemampuan berpikir, dan cara mendalami kehidupan dengan sebuah kaca yang mengarah ke diri sendiri. Salah satu jalan manusiawi dalam mencari makna dirinya dalam kehidupan, untuk mengetahui tugas yang Tuhan embankan dengan punggung dan telapak kaki yang telah IA desain sesuai kapasitasnya masing-masing.
Sebuah jalan untuk menerima dan bersyukur akan anugerah - sebuah kehidupan.


Selamat malam,
Selamat mencari, selamat menemukan diri...dan menjalankan tugas dari NYA dengan sebaik-baiknya.
Karena hidup ini, bukan cuma tentang makan, tidur, mengkoleksi gelar, dan mengumpulkan angka.
Kita semua diberi tugas LEBIH DARI ITU 
Asal kita mau mencari tahu, dan melakukannya.


Yogyakarta, 05 Juni 2018
23:50


Rabu, 02 Mei 2018

Menjadi Dewasa #3 | MASIH PENCARIAN | PERSAHABATAN

Aku harus mengulang berkali-kali paragraf terakhir di seri ke #2 menjadi dewasa. Hhhhhhh.... menjadi PHP itu berat, biar aku saja... kalian jangan.
:(
*Baiklah, langsung saja tanpa mikir plot yha!

....

Hasil pengamatan jaman MOS itulah, landasan gambaran penghidupanku di TIGA TAHUN KEDEPANNYA. Beruntungnya aku tak pernah berharap bisa dekat dengan banyak orang, khususnya "mas-mas an" gemes di jajaran panitia MOS ataupun bukan. (Yha... meskipun pas sliwer ganteng yaaaa jelalatan juga, yasudah lah ya... namanya rejeki (eh!).
Selama tiga tahun itu pula, aku menjalani kehidupan SMA tanpa ekspektasi apa-apa kecuali "akhirnya masuk sekolah negeri yang bisa pake sepatu tali dan pulang cepet".
YEAYY !

Dan harapan itu pupus seketika ketika pengumuman pembagian kelas di hari ketiga MOS. Sungguh, dengan berseragam olahraga SMP Swasta satu-satunya yang berwarna biru tua cerah di tengah lapangan, aku berharap namaku segera dipanggil saja. Tapi tidak terjadi ... hingga 3 kelas terakhir diumumkan. YAAAAAA... anak IPA... yhaaaaaa... entah ini perlu dibanggakan atau ditangisi ya.
Aku kembali masuk kelas unggulan, bedanya di Negeri namanya "RSBI" (apa kepanjangannya aku sudah lupa, BHAY !)

Tidak bermaksud sombong, hanya merendah untuk meroket saja sih (Apasih !). Alasanku masuk negeri agar bisa pulang cepat pun mendadak menjelma kemustahilan. Lagian, ingatkan ? di jilid ke 2 aku bercerita tentang kasus "tereliminasi" dari kelas unggulan, gampangnya... aku sudah malas dengan kompetisi. dan kelas non reguler kayak gini, mestilah ada embel-embel yang membebani, entah IMAGE yang sok high gitu, sampai kelas yang misah dari jajaran kelas lain, sehingga komunitas kami menyempit. HIH ! Termasuk peluang main-main sama anak kelas lain, karena kami pasti punya jadwal untuk "kelas tambahan". Sungguh, masa mudaku patut ditangisi (yaaa walaupun pada akhirnya bisa pakai sepatu tali).
Sudahlah nggak cantik, nggak eksis, nggak pinter tapi selalu terjerembab dalam takdir kelas-kelas berlabel, tambah lagi minim waktu main. T____T
Dah segitu aja sombongnya.

Hari-hari berjalan sesuai dugaan... hanya saja, ternyata tak seketat jaman di swasta, masih bisa bolos dan jadi rombongan anak rajin yang sering disuruh nyapu halaman dengan tangan. YA... SAYA RAJIN TERLAMBAT. Kayaknya itu bakat sih... karena walaupun siap dari jam setengah tujuh,  tetap saja berangkat jam 06.45, padahal gerbang tutup jam 07.00. So nice kan ;3
Dari situ justru jadi kenal sama anak-anak lain, yang bandel-bandel nggemesin, dan yang gak gemesin juga sih.

Di awal semester, sudah nemu aja gerombolan aka geng yang asik, sampai pada akhirnya ada konflik, yaaa namanya juga bocah. Tapi disitulah semua ilmu tentang persahabatan dimulai. 
Kalau dibilang, posisiku itu SIDEKICK- ada ataupun gak ada ya gak masalah. I'm not a queen bee person, tapi juga bukan followers. Jadi posisi yang super duper netral itu justru yang 'gak berkarakter' kalo kata teori di artikel Majalah Gadis bertemakan persahabatan remaja yang kubaca. Contoh, saat ada konflik, maka posisi aman karena tidak dalam pusaran konflik, tapi ya keseret juga karena jadi punya PR besar menyatukan atau minimal mendamaikan. And, that was really exhausting.
Hingga akhirnya, dalam konflik yang bertubi-tubi antara 'perpecahan geng', 'ganti pemain', sampai 'tukar guling persahabatan', dan 'konflik antar geng' ... semua itu mengarahkan kita untuk memiliki warna yang jelas. Belajar bagaimana memahami keadaan, mencari solusi, dan bersikap, tentu saja merangkul masing-masing resiko yang mungkin saja terjadi sepaket bersama pilihan yang kita ambil.

Contoh, saat teman se-geng mu melakukan kesalahan dengan anak diluar geng, tapi semua anak geng membela temanmu (ya tentu saja), sedangkan disitu kamu merasa 'ini tidak benar'. Ya... dalam posisi itu, aku pernah dimintai pendapat. Dan ...jujur saja aku khawatir akan resikonya (ikut dijauhi) tapi aku mengatakan yang sejujurnya bahwa kita tidak boleh menyalahkan 'si anak di luar geng' karena kenyataannya dia tidak bersalah. Benar saja, memang tidak di jauhi, tapi ada perombakan pemain dalam kelompok. Tapi sebelum itu terjadi, aku yang defensenya sangat tinggi ini, bergerak sendiri untuk menjadi independent.

Sok ya ? tapi membayangkan diri ditinggalkan jelas lebih menyakitkan ketimbang meninggalkan. dan menjalani hal-hal yang gak sesuai keinginan seperti jam kekantin yang harus sama, terus menerus dan terkadang malah nggak jadi ke kantin karena setungguan dan berujung kelaparan, sungguh membuat frustasi di jam pelajaran selanjutnya dengan perut keroncongan.
Mulai dari hal sepele seperti 'Pergi ke Kantin Sendirian', aku memulai langkah sebagai seorang "aku' dalam kacamata individu dan sosial.

Ke kantin sendirian terdengar sepele, tapi... untuk masa itu, sebuah pencapaian bahwa kamu tidak merasa takut ketika bertemu anak kelas lain yang kadang buatmu insecure karena kamu sadar kamu cupu dan berwajah gampang di bully. LOL. Percayalah, TRAUMA ITU NYATA.
meskipun begitu, mungkin karena pembawaanku yang 'supel', membuatku tak berlama-lama berjalan sendirian. Satu persatu, dua, tiga kawan baru mulai terlihat, lingkaran baru, namun kali ini aku memilih 'independen'. Itu kenapa hingga saat ini, (kadang akupun heran) aku bisa masuk lingkaran mana saja tanpa perlu bergabung didalamnya. Dan cara seperti ini jauh lebih menenangkan. Ibarat sebuah novel, kamu berada di sudut pandang orang ke 3 didalam cerita.
Banyak celah untuk jadi seorang pengamat, memberi ruang untuk memahami diri, menyelesaikan konflik seorang diri sebagai remaja yang beranjak dewasa, dan membuatmu lebih berani dalam melangkah kedepannya hanya dengan membawa apa yang ada pada dirimu sendiri.

Akupun jadi punya julukan baru karena bergabung dengan kegiatan ekskul gadis-gadis solihah,
pun aku mendapat isu kalau aku dicemburui karena dekat dengan salah satu atau dua anggota geng lain, tapi jauh lebih bisa santai dan cool menghadapinya. Seperti itulah rasanya memahami, cepat atau lambat... kamu merasakan, bergelut, memilih, bersikap, lantas menjadi terbiasa dan jauh lebih bijaksana ketika menghadapi yang serupa.

Aku menjadi anak yang sering 'dicurhatin', dari mulai masalah teman, pacar, keluarga. Dan disitu belajar banyak untuk tidak berkomentar. Mendengar dan memahami lebih banyak memang menuntut mulutmu untuk mengatup lebih sering. Begitulah cara kerjanya.
Hhhhhh... sungguh, banyak hal yang tak bisa kuceritakan sesungguhnya sama beratnya dengan yang mereka ceritakan. Tapi disitulah kita belajar, bahwa tidak hanya kita yang mengalami masalah, dan tidak hanya kita yang dituntut untuk kuat. Dan yang paling sulit adalah "tidak meremehkan masalah orang lain yang mungkin memang tidak lebih berat dari milik kita", toh ini bukan sebuah perlombaan "siapa yang paling menderita", tapi itu memang sudah sesuai porsinya.
Semua orang mengalami prosesnya masing-masing, tak melulu sama berat, tak melulu sama waktunya, tapi yang pasti seorang sahabat pernah bilang ...
"Bukannya setiap bahu sudah dirancang untuk kuat memikul bebannya masing-masing ?"

Dan aku yakin sekali, masa transisi selalu jadi ajang terberat setiap makhluk hidup, khususnya manusia. Sedangkan proses mendewasa... ternyata tidak ada akhirnya. seorang teman di kantor pernah bilang "tidak ada manusia yang sudah benar-benar selesai dengan hidupnya".
walaupun mau sok mengelak, tapi ya benar juga. Sama seperti belajar sabar dan ikhlas, latihan dan ujiannya selalu berlangsung hingga akhir hayat.
Bukankah dunia ini sungguh 'lucu dan menggemaskan' ??? Dibilang sementara, tapi kenapa begiti lama dan banyak hal yang kita lalui kan ? itupun masih harus belajar dari sekitar karena tidak semua rasa mampu kita rasakan seumur hidup kita. Gila kan ? apa nggak keren tuh ...


Mungkin, ini edisi #menjadidewasa yang terakhir. Entah karena malas, atau khawatir PHP lagi...
rasanya, kita semua akan paham dengan sendirinya, entah dengan impuls dari dalam ataupun dari luar. Manapun itu, percayalah...mendewasa takkan membunuhmu. Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hal yang menajadi keputusan NYA. Tetaplah hidup dan menghidupi kehidupan.
Jadi tak perlu berpikir kita yang paling menyedihkan, atau kita yang paling menderita (ini juga masih jadi PR untukku sendiri).

sampai-sampai aku membuat lelucon garing tentang diriku sendiri. Selama ini selalu mengeluh tiap mencari sepatu perempuan ukuran kakiku, banyak sih tapi yang cakep itu sedikit yang ukurannya diatas 38 yha~. Lantas terlintas, "oh... mungkin itu kenapa Tuhan buat kakiku besar dan bahuku cukup lebar, karena aku harus kuat menopang semuanya lewat kedua kaki dan pundak ini. Bukankah semuanya sudah didesain sesuai takaran-Nya ?"


Dimanapun kamu, dan tahapan yang kamu lalui sekarang, seberat apapun, seminim apapun bantuan disekitarmu, bahkan mungkin tinggal dirimu dan TUHAN...
Percayalah, kalian mampu melewatinya. Tak perlu kabur, hadapilah... "what doesn't kill you makes you stronger". Lirik ini tak salah.  Hanya dengan menghadapi, kamu bisa lolos disetiap tahapannya.

keep holding on.
berbuat baiklah, karena semesta akan membalikkan apa-apa yang kamu taburkan ke sekitar.
mungkin, kamu pernah kecewa karena saat kamu kesulitan, tak ada yang menolongmu bahkan untuk mereka yang selalu kamu bantu saat dalam kesulitan... Tapi coba pertajam hati dan matamu... selalu ada "penolong" lain yang melunakkan jalanmu. Ya... meski bukan dengan cara yang sama, tapi dampaknya sama.

Kebaikan itu menular, berbalik, dan bikin nagih.
Jangan menjadi jahat hanya karena sebagian kecil dunia tidak ramah padamu...
Kita tidak pernah tahu, seberapa besar beban dan kesulitan yang orang lain hadapi...
bukankah seperti itu kata pepatah yang bertebaran di dunia maya ?

dan kuberitahu...
MEMANG BEGITU ADANYA...

Selamat mendewasa tanpa harus menua, teruslah jalan kedepan, tak harus terus berlari. terkadang kamu perlu duduk di tepian jalan, menikmati keindahan ciptaanNYA, sebelum melanjutkan perjalanan kembali....
Semangat ! :)

Mari menghidupi kehidupan yang sementara ini
dengan menjadi sebaik-baiknya manusia yang bisa kita capai.